Drs.St.MUKHLIS DENROS
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
AL MALIK UL MULUK
[ Raja Diraja]
Asma ul husna yaitu nama-nama yang baik
bagi Allah, bukan hanya sebatas untuk dibaca dan dihafalkan saja tapi harus
didalami maknanya, jangan pula hanya sebatas meraih fadhilahnya dengan membaca
nama-nama tertentu, tapi dijadikan sebagai acuan dalam seluruh asfek kehidupan
karena seluruh nama-nama yang baik bagi Allah ini juga menunjukkan
sifat-sifat-Nya yang mulia, yang dapat dijadikan karakter dalam pembentukan
kepribadian.
Dari sembilan puluh
sembilan nama-nama yang baik bagi Allah, Al Malik ul Muluk dalam aqidah
merupakan tauhid mulkiyah, yang banyak berbicara tentang kekuasaan, kerajaan,
jabatan dan kewenangan. Al Malik ul Muluk yaitu Raja Diraja. Ini menunjukkan kemahakuasaan
Allah yang memiliki kerajaan bahkan semua kerajaan yang ada di langit dan di
bumi di bawah kekuasaan-Nya;
“Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’’[Ali Imran
3;26]
Allah
berwenang memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, kekuasaan
atau kerajaan siapapun yang hari ini
masih ada, semuanya diperoleh berkat izin Allah walaupun tidak diridhai-Nya,
apakah melalui Pemilihan Umum, perebutan kekuasaan atau kudeta atau pemberian
kekuasaan itu dari rakyat secara sukarela, ketentuan Allah mutlak berlaku
kepada siapapun yang diberi taqdir untuk memangku sebuah kerajaan atau
kekuasaan;
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.’’[Al Hadid 57;22].
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa segala sesuatu
itu atas kehendak dan ketentuan Allah semata, namun ayat yang lain menunjukkan
dan menyebutkan bahwa sesuatu yang menimpa pada manusia itu adalah atas
perbuatannya sendiri, firman Allah dalam beberapa ayat dibawah ini;
“Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu,
Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.”[An Nisa’ 4;79]
Allah
berkuasa bukan hanya di dunia ini saja, yang menguasai seluruh kekuasaan di
langit dan di bumi, tapi Dia juga merajai kehidupan di akherat, tak satupun
manusia yang berkuasa ketika itu walaupun ketika di dunia memangku jabatan;
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara
dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.[An Nass 114;1-6].
Dari Abdullah ra. dia berkata : "Datanglah
salah seorang pendeta kepada Rasulullah saw. pendeta itu berkata : "Wahai
Muhammad, sesungguhnya kami dapati bahwa Allah menjadikan langit atas satu jari
dan bumi-bumi atas satu jari, pohon atas satu jari dan semua makhluk atas satu
jari, dan Allah berfirman : "Akulah Raja". Nabi saw tertawa sehingga
tampak gigi taring beliau, membenarkan kata-kata pendeta itu, kemudian
Rasulullah saw. membaca : "Dan mereka tidak menghormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya, Maha Suci Tuhan dan
Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan". (Hadits
ditakhrij oleh Bukhari).
Allah mendistribusikan kekuasaan
kepada manusia di dunia ini dengan kerajaan-kerajaan kecil yang wewenangnya
walaupun kecil tapi dalam rangka untuk sejahterakan masyarakat. Tidak semua
manusia yang diberi kekuasaan yang menjalankan kekuasaannya dengan baik bahkan
kadangkala kekuasaan yang dikaruniakan Allah itu dijadikan sebagai alat untuk
memperkaya diri sendiri dan memperbudak orang lain.
Ada dua watak manusia ketika dia
mendapat kekuasaan, posisi strategis atau jabatan. Pertama orang yang
menganggap semua itu adalah prestise atau kebanggaan sehingga begitu dia
mendapatkannya akan dilakukan syukuran, sujud syukur, terima kasih bahkan
mengadakan pesta kemenangan. Sedangkan orang yang kedua adalah orang yang
menganggap jabatan adalah suatu amanah yang akan dipertanggungjawabkan di
hadapan manusia dan Allah kelak di akherat, dia sangat khawatir bila
menyelewengkan jabatan tersebut, segala fasilitas dia gunakan sesuai dengan
aturan agama, berhati-hati dengan apa yang diamanatkan kepadanya,yang berlaku,
money politic, uang sogok dan pelicin jauh dari prilaku hidupnya.
Bagi seorang mukminpun dituntut bahwa
jabatan bukanlah segala-galanya dalam perjuangan ini, dia merupakan amanah,
bila dia dipercaya maka akan dijalankan sesuai dengan kemampuan yang ada, dan
inipun hak Allah untuk memberikan kepada hamba-Nya [3;26]. Allah berhak memberikan
kekuasaan kepada siapapun, baik kafir ataupun mukmin, tapi semua itu akan
dipertanggungjawabkan di hadapanNya, kemuliaan dan kekuasaan semuanya berada di
tangan Allah;
“ Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan
sungguh kami Telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum
kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir
Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi
hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.”[An Nisa’
4;131]
Saat Allah menciptakan Nabi Adam telah
diberi kekuasaan yang kita kenal dengan “khalifah” adalah Adam, adapun kata
pengganti tersebut dimaksudkan dengan dua arti lagi yakni; pengganti Allah atau
wakil-Nya di muka bumi atau sebagai pengganti dari jenis makhluk yang telah
datang terlebih dahulu dari Adam. Kalaupun artinya adalah pengganti jenis
manusia sebelumnya, maka dalam ayat-ayat yang lain dijelaskan bahwa “khalifah”
berarti pengganti Allah di bumi, untuk mengolah bumi dan mengatur pelaksanaan
hukum Allah [38;26, 6;165].
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)
di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.’’[Shaad
38;26]
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[Al An’am 6;165].
Bagi seorang yang mendapat jabatan dan kekuasaan
dari Allah ada beberapa kewajiban yang perlu ditunaikan diantaranya;
- Menghukum antara manusia dengan keadilan atau kebenaran.
- Jangan turut atau mengikuti hawa nafsu.
- Pangkat, jabatan, kekuasaan dan derajat itu adalah merupakan ujian dari Allah.
- Tugas untuk mengolah bumi dan memimpin manusia itu adalah sebagai ujian juga, sebagaimana orangorang dahulu yang dijadikan berkuasa di bumi juga dicoba Allah. Maka para penguasa itu mengikuti jejak orang-orang durhaka zaman dahulu ataupun mengikuti para penguasa yang shaleh.
- Para penguasa itu hendaklah tetap menyembah Allah dan jangan mempersekutukan Allah dengan lainnya.
- Jangan pula para penguasa itu durhaka kepada Allah, sebab kalau durhaka resiko ditanggung sendiri, yakni akibat dari kedurhakaannya itu akan mereka terima berupa siksa Allah.
- Orang-orang yang beriman dan berbuat hal-hal yang baik akan dijadikan khalifah Allah di muka bumi.
Demikian besarnya tanggungjawab seorang pemimpin,
pemangku jabatan dan penguasa pada level apapun. Salah satu makna “Laa Ilaaha Illalah” adalah “Laa amru illallah” artinya tidak ada
Penguasa, Pengatur dan Pemerintah kecuali hanya Allah. Segala kekuasaan dan
jabatan yang ada di dunia yang diemban oleh manusia adalah pendistribusian
kekuasaan-Nya di dunia ini yang wajib ditunaikan bukan diselewengkan. Itulah
makanya para sahabat Nabi, shalafus shaleh tidak begitu ambisius terhadap
jabatan, tapi bila jabatan itu diberikan kepadanya maka mereka tunaikan dengan
baik. Umar bin Abdul Azis, dikala mendapat jabatan maka ucapan pertama kali
bukanlah rasa syukur tapi ucapan seorang yang ditimpa musibah “Innalillahi wainna ilaihi raji’un”.
Tidak sedikit orang ketika sebelum mendapat
jabatan siap untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, tapi setelah jabatan itu
di tangannya maka dia lupa dengan janji-janji kampanyenya dahulu, maksudnya
akan menghauskan KKN [Korupsi, Kolusi dan Nepotisme] tapi sebaliknya malah
kengtal sekali KKN-nya sehingga wibawanya di hati ummat tidak lagi dihargai,
idealisme yang dahulu dia perjuangkan luntur dan lentur dengan materi dan
fasilitas yang tersedia, Rasulullah bersabda:
“Akan
dijumpai kelak di tengah-tengah kamu, para pembesar yang cukup mengetahui apa
yang semestinya menjadi kewajiban mereka tetapi sayang, mereka itu melakukan
kejahatan-kejahatan dan kerusakan-kerusakan.jika para pembesar itu melakkan
perbuatan yang baik, mereka sendirilah yang akan menerima pembalasannya, dan
kamu haruslah menunjukkan rasa syukur. Tetapi bila pembesar-pembesar itu
melakukan kejahatan-kejahatan, maka bencanalah yang akan ditimpakan atas pundak
mereka sendiri, sedangkan kamu semua haruslah bersikap tabah dan sabar”[HR.Muslim]
Segala jabatan yang dimiliki manusia adalah
kekuasaan-kekuasaan kecil di bawah kekuasaan Allah, sehingga tidak layak muncul
raja-raja kecil yang ingin mengalahkan kekuasaan Allah sebagaimana Fir’aun dan
Namrudz atau raja siapa saja harus menyadari posisinya bahwa dia adalah
raja-raja kecil yang dibawah kekuasaan Khaliqnya yaitu Allah [114;1-3] .
Seorang
khalifah, penguasa, pejabat atau raja-raja kecil yang diberikan wewenang
berkewajiban untuk menggunakan fasilitas tersebut demi kemakmuran rakyatnya
bukan untuk memperbesar tabungan dan kelanggengan jabatannya. Kewajibannya
terhadap diri sendiri yaitu menuntut ilmu sebagai bekalnya di akherat kelak
[2;31], menghiasi diri dengan akhlak-akhlak islam [2;112] baik dalam rumah
tangga atau kepada rakyatnya sehingga keberadaannya dihargai oleh masyarakat
yang dipimpinnya, menggunakan jabatan tersebut untuk menegakkan nilai-nilai
islam melalui amar ma’ruf nahi mungkar serta memperbanyak ibadah dalam seluruh
asfek kehidupan.
Dengan jabatan
bagi seorang mukmin seakin tawadhu’ kepada Allah bukan malah semakin sombong,
lihatlah ketika Rasulullah mampu menaklukkan Mekkah kembali,beliau berjalan dengan menundukkan muka, merendahkan
diri, jauh dari sifat sombong dan takabur, apalagi menjadikan dirinya sebagai
figur yang harus dikultuskan bahkan dituhankan;
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang
Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada
manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah
Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya”[Ali Imran 3;79].
Ini
pulalah yang dinampakkan oleh Abu Bakar
ketika dia mendapat dunia berupa jabatan dan kekuasaan dengan mengatakan,”Ya
Allah letakkanlah jabatan itu di tanganku sehingga aku dapat
menggunakannya sesuai dengan kehendak-Mu, dan jangan Kau letakkan di hatiku
maka aku akan diaturnya” .
Ya Allah sungguh Engkau Mahakuasa merubah keadaan
mereka. Ya Allah bimbinglah kami dalam mengisi kehidupan ini dan berilah kami
kemampuan menguasai kenikmatan dunia untuk kepentingan akhirat dan mengajak
orang lain sesuai perintah-Mu yang dicontohkan RasulMu.
Ya Allah perlihatkanlah kepada kami beratnya
hisaban akhirat saat kami mendapat kenikmatan duniawi pada diri kami sendiri.
Dan perlihatkanlah kepada kami kenikmatan surga yang tak terhingga saat kami
melihat kenikmatan dunia pada orang lain. Tanamkanlah dalam qalbu kami
keyakinan bahwa kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau pada saat kami
menderita karena menghadapi kesulitan, cemoohan, tuduhan atau penyakit dan
tanamkanlah dalam qalbu kami rasa tanggung jawab
pada saat menemukan penderitaan tersebut pada orang lain.
Ya Allah tanamkanlah dalam qalbu kami rasa
tanggung jawab pada saat kami melihat kenikmatan yang Engkau curahkan pada kami
sehingga kami aman dari bahaya rakus karena selalu melihat adanya hisaban yang
sangat berat pada kari kemudian. Dan perlihatkanlah kepada kami bahwa kehidupan
dunia yang berlimpah pada orang lain hanyalah permainan dan senda gurau yang
tidak lama lagi akan punah sehingga qalbu kami selamat dari penyakit thoma' dan
tidak tergiur dengan apa yang mereka terima.[Eramuslim, Saiful Islam Mubarak
pada 27 Januari 2011 jam 5:38]
Allah
Al Malik ul Muluk, Allah Raja Diraja, Engkau yang memberikan kekuasaan kepada
siapa yang dikehendaki dan Engkau pula yang berwenang mencabut kembali
kekuasaan itu dari siapa yang dikehendaki, kepada-Mu lah kami selalu menyandarkan
segala harapan, tidak ada yang berkuasa atas diri kami, selamatkan kami dari
semua kejahatan makhluk-Mu, selamatkan kami dari kejahatan para penguusa yang
jahat, karuniakanlah kepada kami pemimpin, penguasa atau raja yang shaleh
sehingga kami hidup dalam keharmonisan dan kedamaian, Wallahu a’lam [Cubadak
Solok, 02 Jumadil Akhir 1432.H/ 04 Mai 2011.M, Jam 21;16].
Referensi;
1.Kuliah
Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al
Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Negeri Indah adil makmur dibawah ampunan Allah, Umar Hasyim, 1981
5.Membangun manusia seutuhnya menurut Al Qur’an, Drs. Abu Bakar Muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar