Kamis, 24 Oktober 2013

98. Al Malik ul Muluk



Drs.St.MUKHLIS DENROS
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009









AL MALIK UL MULUK
[ Raja Diraja]


         Asma ul husna yaitu nama-nama yang baik bagi Allah, bukan hanya sebatas untuk dibaca dan dihafalkan saja tapi harus didalami maknanya, jangan pula hanya sebatas meraih fadhilahnya dengan membaca nama-nama tertentu, tapi dijadikan sebagai acuan dalam seluruh asfek kehidupan karena seluruh nama-nama yang baik bagi Allah ini juga menunjukkan sifat-sifat-Nya yang mulia, yang dapat dijadikan karakter dalam pembentukan kepribadian.

            Dari sembilan puluh sembilan nama-nama yang baik bagi Allah, Al Malik ul Muluk dalam aqidah merupakan tauhid mulkiyah, yang banyak berbicara tentang kekuasaan, kerajaan, jabatan dan kewenangan. Al Malik ul Muluk yaitu Raja Diraja. Ini menunjukkan kemahakuasaan Allah yang memiliki kerajaan bahkan semua kerajaan yang ada di langit dan di bumi di bawah kekuasaan-Nya;            

“Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’’[Ali Imran 3;26]

            Allah berwenang memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, kekuasaan atau kerajaan siapapun yang  hari ini masih ada, semuanya diperoleh berkat izin Allah walaupun tidak diridhai-Nya, apakah melalui Pemilihan Umum, perebutan kekuasaan atau kudeta atau pemberian kekuasaan itu dari rakyat secara sukarela, ketentuan Allah mutlak berlaku kepada siapapun yang diberi taqdir untuk memangku sebuah kerajaan atau kekuasaan;
 
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.’’[Al Hadid 57;22].

Dari ayat diatas menunjukkan bahwa segala sesuatu itu atas kehendak dan ketentuan Allah semata, namun ayat yang lain menunjukkan dan menyebutkan bahwa sesuatu yang menimpa pada manusia itu adalah atas perbuatannya sendiri, firman Allah dalam beberapa ayat dibawah ini;

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.”[An Nisa’ 4;79]


            Allah berkuasa bukan hanya di dunia ini saja, yang menguasai seluruh kekuasaan di langit dan di bumi, tapi Dia juga merajai kehidupan di akherat, tak satupun manusia yang berkuasa ketika itu walaupun ketika di dunia memangku jabatan;

1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.[An Nass 114;1-6].

Dari Abdullah ra. dia berkata : "Datanglah salah seorang pendeta kepada Rasulullah saw. pendeta itu berkata : "Wahai Muhammad, sesungguhnya kami dapati bahwa Allah menjadikan langit atas satu jari dan bumi-bumi atas satu jari, pohon atas satu jari dan semua makhluk atas satu jari, dan Allah berfirman : "Akulah Raja". Nabi saw tertawa sehingga tampak gigi taring beliau, membenarkan kata-kata pendeta itu, kemudian Rasulullah saw. membaca : "Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya, Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

           Allah mendistribusikan kekuasaan kepada manusia di dunia ini dengan kerajaan-kerajaan kecil yang wewenangnya walaupun kecil tapi dalam rangka untuk sejahterakan masyarakat. Tidak semua manusia yang diberi kekuasaan yang menjalankan kekuasaannya dengan baik bahkan kadangkala kekuasaan yang dikaruniakan Allah itu dijadikan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri dan memperbudak orang lain.

            Ada dua watak manusia ketika dia mendapat kekuasaan, posisi strategis atau jabatan. Pertama orang yang menganggap semua itu adalah prestise atau kebanggaan sehingga begitu dia mendapatkannya akan dilakukan syukuran, sujud syukur, terima kasih bahkan mengadakan pesta kemenangan. Sedangkan orang yang kedua adalah orang yang menganggap jabatan adalah suatu amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan Allah kelak di akherat, dia sangat khawatir bila menyelewengkan jabatan tersebut, segala fasilitas dia gunakan sesuai dengan aturan agama, berhati-hati dengan apa yang diamanatkan kepadanya,yang berlaku, money politic, uang sogok dan pelicin jauh dari prilaku hidupnya.

          Bagi seorang mukminpun dituntut bahwa jabatan bukanlah segala-galanya dalam perjuangan ini, dia merupakan amanah, bila dia dipercaya maka akan dijalankan sesuai dengan kemampuan yang ada, dan inipun hak Allah untuk memberikan kepada hamba-Nya [3;26]. Allah berhak memberikan kekuasaan kepada siapapun, baik kafir ataupun mukmin, tapi semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya, kemuliaan dan kekuasaan semuanya berada di tangan Allah;

       “ Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh kami Telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.”[An Nisa’ 4;131]

        Saat Allah menciptakan Nabi Adam telah diberi kekuasaan yang kita kenal dengan “khalifah” adalah Adam, adapun kata pengganti tersebut dimaksudkan dengan dua arti lagi yakni; pengganti Allah atau wakil-Nya di muka bumi atau sebagai pengganti dari jenis makhluk yang telah datang terlebih dahulu dari Adam. Kalaupun artinya adalah pengganti jenis manusia sebelumnya, maka dalam ayat-ayat yang lain dijelaskan bahwa “khalifah” berarti pengganti Allah di bumi, untuk mengolah bumi dan mengatur pelaksanaan hukum Allah [38;26, 6;165].

     “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.’’[Shaad 38;26]


“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al An’am 6;165].


Bagi seorang yang mendapat jabatan dan kekuasaan dari Allah ada beberapa kewajiban yang perlu ditunaikan diantaranya;
  1. Menghukum antara manusia dengan keadilan atau kebenaran.
  2. Jangan turut atau mengikuti hawa nafsu.
  3. Pangkat, jabatan, kekuasaan dan derajat itu adalah merupakan ujian dari Allah.
  4. Tugas untuk mengolah bumi dan memimpin manusia itu adalah sebagai ujian juga, sebagaimana orangorang dahulu yang dijadikan berkuasa di bumi juga dicoba Allah. Maka para penguasa itu mengikuti jejak orang-orang durhaka zaman dahulu ataupun mengikuti para penguasa  yang  shaleh.
  5. Para penguasa itu hendaklah tetap menyembah Allah dan jangan mempersekutukan Allah dengan lainnya.
  6. Jangan pula para penguasa itu durhaka kepada Allah, sebab kalau  durhaka resiko ditanggung sendiri, yakni akibat dari kedurhakaannya itu akan mereka terima berupa siksa Allah.
  7. Orang-orang yang beriman dan berbuat hal-hal yang baik akan dijadikan khalifah Allah di muka bumi.

Demikian besarnya tanggungjawab seorang pemimpin, pemangku jabatan dan penguasa pada level apapun. Salah satu makna “Laa Ilaaha Illalah” adalah “Laa amru illallah” artinya tidak ada Penguasa, Pengatur dan Pemerintah kecuali hanya Allah. Segala kekuasaan dan jabatan yang ada di dunia yang diemban oleh manusia adalah pendistribusian kekuasaan-Nya di dunia ini yang wajib ditunaikan bukan diselewengkan. Itulah makanya para sahabat Nabi, shalafus shaleh tidak begitu ambisius terhadap jabatan, tapi bila jabatan itu diberikan kepadanya maka mereka tunaikan dengan baik. Umar bin Abdul Azis, dikala mendapat jabatan maka ucapan pertama kali bukanlah rasa syukur tapi ucapan seorang yang ditimpa musibah “Innalillahi wainna ilaihi raji’un”.

Tidak sedikit orang ketika sebelum mendapat jabatan siap untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, tapi setelah jabatan itu di tangannya maka dia lupa dengan janji-janji kampanyenya dahulu, maksudnya akan menghauskan KKN [Korupsi, Kolusi dan Nepotisme] tapi sebaliknya malah kengtal sekali KKN-nya sehingga wibawanya di hati ummat tidak lagi dihargai, idealisme yang dahulu dia perjuangkan luntur dan lentur dengan materi dan fasilitas yang tersedia, Rasulullah bersabda:
“Akan dijumpai kelak di tengah-tengah kamu, para pembesar yang cukup mengetahui apa yang semestinya menjadi kewajiban mereka tetapi sayang, mereka itu melakukan kejahatan-kejahatan dan kerusakan-kerusakan.jika para pembesar itu melakkan perbuatan yang baik, mereka sendirilah yang akan menerima pembalasannya, dan kamu haruslah menunjukkan rasa syukur. Tetapi bila pembesar-pembesar itu melakukan kejahatan-kejahatan, maka bencanalah yang akan ditimpakan atas pundak mereka sendiri, sedangkan kamu semua haruslah bersikap tabah dan sabar”[HR.Muslim]   

Segala jabatan yang dimiliki manusia adalah kekuasaan-kekuasaan kecil di bawah kekuasaan Allah, sehingga tidak layak muncul raja-raja kecil yang ingin mengalahkan kekuasaan Allah sebagaimana Fir’aun dan Namrudz atau raja siapa saja harus menyadari posisinya bahwa dia adalah raja-raja kecil yang dibawah kekuasaan Khaliqnya yaitu Allah [114;1-3] .

Seorang  khalifah, penguasa, pejabat atau raja-raja kecil yang diberikan wewenang berkewajiban untuk menggunakan fasilitas tersebut demi kemakmuran rakyatnya bukan untuk memperbesar tabungan dan kelanggengan jabatannya. Kewajibannya terhadap diri sendiri yaitu menuntut ilmu sebagai bekalnya di akherat kelak [2;31], menghiasi diri dengan akhlak-akhlak islam [2;112] baik dalam rumah tangga atau kepada rakyatnya sehingga keberadaannya dihargai oleh masyarakat yang dipimpinnya, menggunakan jabatan tersebut untuk menegakkan nilai-nilai islam melalui amar ma’ruf nahi mungkar serta memperbanyak ibadah dalam seluruh asfek kehidupan.

Dengan jabatan bagi seorang mukmin seakin tawadhu’ kepada Allah bukan malah semakin sombong, lihatlah ketika Rasulullah mampu menaklukkan Mekkah kembali,beliau  berjalan dengan menundukkan muka, merendahkan diri, jauh dari sifat sombong dan takabur, apalagi menjadikan dirinya sebagai figur yang harus dikultuskan bahkan dituhankan;

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”[Ali Imran 3;79].

Ini pulalah   yang dinampakkan oleh Abu Bakar ketika dia mendapat dunia berupa jabatan dan kekuasaan dengan mengatakan,”Ya  Allah letakkanlah jabatan itu di tanganku sehingga aku dapat menggunakannya sesuai dengan kehendak-Mu, dan jangan Kau letakkan di hatiku maka aku akan diaturnya” .

Ya Allah sungguh Engkau Mahakuasa merubah keadaan mereka. Ya Allah bimbinglah kami dalam mengisi kehidupan ini dan berilah kami kemampuan menguasai kenikmatan dunia untuk kepentingan akhirat dan mengajak orang lain sesuai perintah-Mu yang dicontohkan RasulMu.
Ya Allah perlihatkanlah kepada kami beratnya hisaban akhirat saat kami mendapat kenikmatan duniawi pada diri kami sendiri. Dan perlihatkanlah kepada kami kenikmatan surga yang tak terhingga saat kami melihat kenikmatan dunia pada orang lain. Tanamkanlah dalam qalbu kami keyakinan bahwa kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau pada saat kami menderita karena menghadapi kesulitan, cemoohan, tuduhan atau penyakit dan tanamkanlah dalam qalbu kami rasa tanggung jawab

pada saat menemukan penderitaan tersebut pada orang lain.
Ya Allah tanamkanlah dalam qalbu kami rasa tanggung jawab pada saat kami melihat kenikmatan yang Engkau curahkan pada kami sehingga kami aman dari bahaya rakus karena selalu melihat adanya hisaban yang sangat berat pada kari kemudian. Dan perlihatkanlah kepada kami bahwa kehidupan dunia yang berlimpah pada orang lain hanyalah permainan dan senda gurau yang tidak lama lagi akan punah sehingga qalbu kami selamat dari penyakit thoma' dan tidak tergiur dengan apa yang mereka terima.[Eramuslim, Saiful Islam Mubarak pada 27 Januari 2011 jam 5:38]

Allah Al Malik ul Muluk, Allah Raja Diraja, Engkau yang memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki dan Engkau pula yang berwenang mencabut kembali kekuasaan itu dari siapa yang dikehendaki, kepada-Mu lah kami selalu menyandarkan segala harapan, tidak ada yang berkuasa atas diri kami, selamatkan kami dari semua kejahatan makhluk-Mu, selamatkan kami dari kejahatan para penguusa yang jahat, karuniakanlah kepada kami pemimpin, penguasa atau raja yang shaleh sehingga kami hidup dalam keharmonisan dan kedamaian, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 02 Jumadil Akhir 1432.H/ 04 Mai 2011.M, Jam 21;16].

Referensi;
1.Kuliah Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Negeri Indah adil makmur dibawah ampunan Allah, Umar Hasyim, 1981
5.Membangun manusia seutuhnya menurut Al Qur’an, Drs. Abu Bakar Muhammad



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar