[Satu atau ganjil ]
Oleh Drs. St. MUKHLIS DENROS
Sejak kehadiran Adam As sebagai manusia pertama di dunia ini, sudah
diajarkan kepadanya tentang eksistensi Allah sebagai Tuhan yang disembah,
ditaati segala titahnya, Tuhan dengan segala kesempurnaannya memiliki sifat
yang tidak sama dengan makhluk-Nya, Allah itu ahad maksudnya adalah Allah saja yang memiliki sifat,
pekerjaan dan zat-Nya yang tidak sama dengan makhluk-Nya.
Allah
ahad atas sifatnya, hanya Dia saja yang mempunyai kesempurnaan sifat, walaupun
makhluknya diberi sifat yang sama penyebutannya dengan sifat Allah maka sifat
makhluk tadi tidaklah sama dengan sifat Allah. Allah ahad atas pekerjaan-Nya adalah hanya
Allah saja yang mampu berbuat demikian menurut kehendak-Nya. Walaupun pekerjaan
makhluk-Nya sama penyebutannya dengan pekerjaan Allah tapi tidaklah sama
kemampuan dan kualitas yang dihasilkan-Nya.
Allah ahad dari segi zat-Nya, kejadian Allah
tidak sama dengan kejadian makhluk demikian pula zat kejadian Allah tidak
satupun makhluk berkewajiban untuk mengetahuinya, dengan tegas Allah
menyebutkan eksistensi-Nya dalam surat Al Ikhlas 112;1-4
1. Katakanlah: "Dia-lah
Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia."
Karena keesaan Allah inilah yang membuat
para nabi dan penyeru kebenaran dimusuhi oleh semua penyembah berhala dan
penganut kemusyrikan, mereka mengakui bahwa Allah sebagai Tuhan tapi bukan
satu-satunya, masih ada Tuhan lain yang ditaati aturannya, diberikan sesajian,
disembah dengan segenap pengabdian. Sehingga keesaan Allah dicemari dengan
kemusyrikan dan kemunafikan. Penyelewengan sejarah ini sudah terjadi sepanjang
perjalanan manusia di dunia ini,
keinginan untuk menyembah kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dikotori oleh
oknum-oknum yang ingin menyesatkan dirinya dan juga menyesatkan manusia lainnya
dikemudian hari, penyesatan itu terbentang jelas dilakukan oleh para ahli kitab
yang menanamkan doktrin bahwa Tuhan ini bukan satu tapi dua atau tiga
sebagaimana yang digambarkan Allah dalam surat An Nisa' 4;171
"Wahai
ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:
"(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai
anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah
menjadi Pemelihara.
Faham inilah yang mengusik mantan biarawati Irene Handono untuk mengkaji keberadaan Tuhan
sebagaimana pengakuannya. Ketika
pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana
yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk
hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya
aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.
Ketika aku pelajari dari terjemahan,
karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru
terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ihlas.
Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.
Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.
Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."
"Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur.
Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.
"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.
Dosen menjawab, "Tidak bisa!"
Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh.
Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.
"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur.
Aku katakana, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana?
"Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.
Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.
"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.
"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi.
"Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.
"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.
Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.
Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?.
"Sebetulnya saya tahu," ucapku.
"Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.
"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah."
"Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.
Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."
Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.
Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.
Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.
Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemua berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.
Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah. [Islam Swaramuslim.net Jul 2003 - feb 2006]
Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.
Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.
Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."
"Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur.
Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.
"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.
Dosen menjawab, "Tidak bisa!"
Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh.
Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.
"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur.
Aku katakana, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana?
"Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri.
Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.
"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.
"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi.
"Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.
"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.
Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.
Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?.
"Sebetulnya saya tahu," ucapku.
"Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.
"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah."
"Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.
Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah."
Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.
Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.
Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada.
Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemua berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.
Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah. [Islam Swaramuslim.net Jul 2003 - feb 2006]
Konsekwensi kemusliman seseorang
ialah pengakuan dalam hati dengan keimanan yang mantap, pengucapan melalui
lisan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari bahwa Allah itu ahad atau esa,
hal ini dibuktikan oleh para nabi dan para rasul pada masa dahulu, sebagaimana
ketika Nabi Muhammad ditawari oleh orang kafir Quraisy untuk sama-sama
menyembah Allah satu minggu dan minggu berikutnya sama-sama pula menyembah
berhala, hal ini ditolak oleh Nabi tidak sesuai dengan konsep ketuhanan yang tauhid
yaitu ahad, permintaan kafir Quraisy itu dilarang Allah untuk direalisasikan.
Surat Al Kafirun menjelaskan 109;1-5
’Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang Aku sembah".
Bagaimanapun
juga, keimanan yang bersih yaitu keimanan tauhid tidak bisa disatukan dengan
kemusyrikan, itulah perjuangan para nabi dan para rasul untuk menyelamatkan
ummat ini dari keimanan yang rusak, mereka hanya dituntut untuk berimann kepada
Allah semata, yaitu keimanan yang bersih, keimanan yang hanya mentauhidkan
Allah saja. Bagaimana perjuangan seorang budak di zaman dahulu yang disiksa
oleh taunnya karena telah memeluk agama yang dibawa Muhammad, setiap siksaan
dan azab yang ditimpakan kepada Bilal maka dia selalu mengucapkan "Ahad,
Ahad" sehingga menimbulkan kebencian dari tuannya, lalu dia dijual kepada
Abu Bakar As Siddik sehingga benar-benar bebas memeluk islam tanpa tekanan dari
siapapun.
Itulah
Dia, Tuhan semesta alam ini, Dia Allah, Ahad atau Esa, nama itulah yang
menjadikan ummat ini sebagai hamba-Nya, dengan pengabdian itu menjadikan
manusia lebih berharga hidup yang dilaluinya, jangankan ibadah yang dilakukan,
sedangkan penyebutan nama Allah saja mendapatkan ganjaran berupa pahala
dari-Nya.
Tak ada nama yang lebih besar, dibanding nama Allah. Dia
menciptakan segala. Dia mengatur semua. Dia mengawasi seluruhnya.
Dalam al Qur’an, kata Allah dalam banyak varian disebutkan
dalam jumlah yang sangat besar. Kata Allah disebutkan sebanyak 2.698 dalam
berbagai konteks, peristiwa dan sifat-sifat-Nya.
Sebutlah nama Allah, maka hati menjadi tenang. Ingatlah
nama Allah, maka semuanya menjadi terang. Dzikirkan selalu kata Allah, dengan
izin-Nya, takkan ada penghalang.
Nama Allah adalah kata yang merangkumi seluruh nama-Nya,
segenap sifat-Nya dan seluas makna-Nya. Allah, tak ada nama yang sebesar ini;
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka
menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku
tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan
kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan
kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka
dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku".
kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri (QS. Az
Zumar 39: 38)
Rasulullah bahkan mengajarkan pada kita
pelajaran sangat detil bagaimana dan bila waktunya seharusnya menyebut nama
Allah. “Apabila malam telah datang (setelah matahari tenggelam), tahanlah
anak-anak kalian, karena setan bertebaran ketika itu. Apabila telah berlalu
sesaat dari waktu Isya lepaskanlah (biarkanlah) mereka. Tutuplah pintumu dan
sebutlah nama Allah. Padamkanlah lampumu dan sebutlah nama Allah. Tutuplah
periukmu dan sebutlah nama Allah. Rapatkanlah kendi airmu dan sebutlah nama
Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sebutlah Allah. Kapan saja.
Dimana saja. Ingatlah Allah, dalam diam, dalam gerak, saat sepi, saat ramai.
Niscaya Dia akan menjagamu, melapangkan jalanmu dan memudahkan urusanmu,
mendekatkan yang jauh dan merapatkan yang dekat.[Ciber Sabili, Selasa, 13 April 2010 06:47 Herry nurdi].
Dari 99 nama-nama Allah yang kita kenal dengan asma ul
husna, selayaknya kita sering membasahkan bibir kita dengan menyebut nama-nama
yang baik itu, salah satu diantaranya yaitu Ahad, yaitu keesaan Allah, niscaya
kita akan mendapatkan pahala dan berkahnya apalagi Ahad tersebut direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan menyingkirkan kemusyrikan sehingga keimanan
kita bersih dari segala yang dapat meracuni keesaan Allah, wallahu a'lam.
[Cubadak Solok, 12 Muharam 1432.H/19 Desember 2010.M]
Referensi;
1. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
1. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2. Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
3. Islam Swaramuslim.net
4. Cyber
Sabili. 2010