Kamis, 18 Juni 2015

38. Al Kariim, Yang Maha Mulia






AL KARIIM
[Yang Maha Mulia]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS

            Banyak kemuliaan yang ada pada Allah yang diungkapkan di asmaul husna dalam firman-firman-Nya yang merupakan dasar dari tauhid seseorang, menolak salah satu saja kemuliaan Allah itu maka diragukan keimanannya;
“Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.”[Al Mukminun 23;116]
               
                Allah Maha Tinggi, tidak ada yang menandingi ketinggian-Nya, semuanya yang ada di dunia ini berada dalam kekuasaan-Nya, Dia adalah Raja yang sebenarnya karena kekuasaan-Nya Maha Luasnya yaitu seluruh alam raya ini di bawah kerajaan-Nya, Dia adalah Tuhan yang layak diimani, disembah, ditaati oleh makhluk-Nya, menolak hal ini berarti kekafiran, Dia juga Tuhan yang mempunyai tempat bersemayam di atas ‘Arsy yang mulia.

            Allah itu berada dimana, apakah di “Arsy atau di langit, Allah berada pada tempat yang ghaib bagi makhluk-Nya, namun beberapa ayat nyata mengungkapkan hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh DR.Salim Segaf Al Jufri;

Keterangan bahwa Allah SWT ada di atas Arsy adalah firman Allah SWT sendiri yang ditetapkan di dalam Al-Quran Al-Kariem. Maka tidak ada kesempatan sedikitpun bagi manusia untuk menolak apa yang telah Allah SWT tetapkan sendiri tentang dirinya.

         “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy .Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya.Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al-Araf 7: 54)

Selain itu di dalam Al-Quran Al-Kariem juga ada keterangan bahwa Allah SWT itu ada di langit.
Tidakkah kamu merasa aman dari Allah yang berada DI LANGIT bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah meraa aman terhadap Allah yang DI LANGIT bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat) mendustakan peringatan-Ku”.( QS Al-Mulk 67: 16-17).

Selain itu ada hadits dari Rasulullah SAW yang juga menjelaskan tentang dimanakah Allah SWT itu .Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Kasihanilah yang bumi maka kamu akan dikasihani oleh Yang DI LANGIT”. (HR. Tirmiziy). Namun tentang bagaimana tentang keberadaan Allah SWT di langit dan di asry, kita tidak punya keterangan pasti. Maka kita imani keberadaannya sedangkan teknisnya seperti apa, itu majhul. Dan bertanya tentang seperti apa teknisnya adalah bid’ah. Ini adalah jawaban paling aman dan inilah yang diajarkan Imam Ahmad kepada kita
.          Sebaliknya, tentang keterangan bahwa Allah SWT itu ada dimana-mana, sama sekali kita tidak mendapatkan dalil yang sharih.  Paling jauh ada ayat berikut ini saja ;
Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid 57: 4)
Namun kata ma’a tidak berarti menunjukkan tempat seseorang berada.Sebab dalam percakapan kita bisa mengatakan bahwa aku menyertaimu, meski pada kenyataannya tidak berduaan.Sebab kebersamaan Allah SWT dalam ayat ini adalah berbentuk muraqabah atau pengawasan.
Seperti ketika Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar ra di dalam gua,”Jangan kamu sedih, Allah beserta kita”.Ini tidak berarti Allah SWT ikut masuk gua.Juga ketika Musa as berkata,”bersamaku tuhanku”, tidak berarti Allah SWT ada di pinggir laut merah saat itu.

Jikalau kamu tidak menolongnya maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkannya sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita."(QS. At-Taubah9 : 40)

Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku".(QS. As-Syu’ara : 62)


Namun asal tahu saja, kami pernah dikatakan TOLOL oleh seorang tak dikenal ketika menjawab seperti ini oleh seseorang tak dikenal di situs ini yang semoga Allah Subhanahu Wata`ala memberinya hidayah. Barangkali dia punya konsep sendiri berdasarkan khayalnya tentang Allah Subhanahu Wata`ala. Sedangkan yang kami sampaikan tidak lain hanya apa yang Allah Subhanahu Wata`ala sebutkan di dalam kitab sucinya.
[Kumpulan Konsultasi & FAQ Swaramuslim.net 2004 -  2006,Pakdenono]
            Allah Yang Maha Mulia, kepada manusia saja kita memuliakannya, kita punya akhlak kepada makhluk Allah yang lain, apalagi dengan Allah, yang lebih mulia dari yang mulia lainnya, tentu kita punya akhlak terhadap-Nya, diantara akhlak itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Aa Gym di bawah ini;
Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan keagungan ALLAH.Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan menghinakan dirinya.
Sayangnya kalau kita simak di media massa sekarang, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan dimana cara menyampaikan pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan akhlak yang kurang terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling menjatuhkan, saling mencemarkan, dan saling membeberkan aib.Apa yang dicari? Padahal kalaulah didapat jabatannya, baik presiden, menteri, gubernur, walikota, rektor, atau dekan di kampus, asal tahu saja bahwa jabatan yang disandang itu tidak akan lama, hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak hati-hati justru aibnya tetap melekat lama. Harusnya kita anggap semuanya biasa-biasa saja, anggap sebagai hiburan yang justru kalau tidak hati-hati, pangkat dan jabatan itulah yang akan mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan terperangah melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang berat tanggung jawabnya.Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki kekuatan dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang sihir, atau paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti binasa. Mereka hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau yang sejenisnya.Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah dengan seperti itu.Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli pengobatan yang ternyata hanya menjual kata-kata, pengobatan yang dia maksudkan ternyata berasal dari obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan harga berpuluh dan beratus kali lipat dari harga aslinya.
Makanya jangan yakini kekuatan dukun atau kekuatan paranormal, untuk apa? Mereka hanya sekedar makhluk yang hidup sebentar dan lama-lama akan binasa. Bagi kita hidup di dunia hanya mampir sebentar, sehingga yang paling patut harus kita lakukan adalah mempersiapkan bekal untuk kepulangan kita nanti.Oleh karenanya ketika kita memandang manusia adalah hal yang biasa-biasa saja. Hanya ALLAH-lah segala-galanya, Dia penguasa tunggal, Dia Pemilik, Penggenggam, Penentu satu-satunya tiada yang lain selain ALLAH Azza wa Jalla.
Bulatkan dan bersihkan hati kita hanya kepada ALLAH dengan dibuktikan oleh kesungguhan ibadah dan amal kita. Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di rumah kita hanya untuk menjadi penolak bala. ALLAH yang Mahaagung dan Mahakuasa dapat menolong kita tanpa harus kita menyimpan jimat. Tidak usah pakai susuk, untuk apa? Susuk itu katanya nama sejenis keluarga jin, yaitu Shuk-shuk. Tidak usah pula memelihara tuyul untuk mendatangkan rizki. ALLAH Mahakaya untuk menjamin makhluk-makhluknya sekalipun tanpa bantuan makhluk jinatau yang sejenisnya. Insya ALLAH orang yang bersih keyakinannya tiada yang akan dituju selain ALLAH. [Menjaga Akhlak kepada Allah, Manajemen Qalbu, K.H. Abdullah Gymnastiar].
Al Kariim, Allah Yang Maha Mulia, kemuliaan-Nya tidak ada yang menandingi-Nya, kemuliaan-Nya tidaklah setara dengan kemuliaan makhluk-Nya, Dialah yang memberikan kemuliaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, kemuliaan karena harta, karena kekuasaan, karena keturunan dank arena hal-hal yang membuat manusia memuliakannya, Allah juga berhak untuk menghinakan orang yang dikehendaki-Nya, tak satupun orang yang bisa memuliakan orang lain tanpa izin dari Allah, walaupun semuanya berupaya untuk memuliakan seseorang, tidak ada kekuasaan untuk  memuliakan itu  kalau bukan karena izin Allah;
”Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".[Ali Imran 3;26-27]
Allah Yang Mulia, berhak memuliakan makhluk-Nya dengan ukuran yang mutlak kemuliaan itu bukan karena keturunan, harta dan bukan pula karena kekuasaan, tapi ukuran kemuliaan yang standard itu adalah ketaqwaan seseorang;
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” [Al Hujurat 49;13]
Yang dimaksud dengan taqwa disini adalah menjaga perintah-perintah Allah untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, Allah tidak memandang manusia karena suku, bangsa dan kelahirannya tapi kemuliaan itu disematkan Allah kepada hamba yang mampu mencapai derajat taqwa.
Kalaulah kemuliaan itu karena keturunan maka sungguh tidak adilnya, betapa banyak manusia yang berasal dari keturunan orang biasa, orang rendahan bahkan dianggap orang kelas dua. Kalaulah kemuliaan itu dilihat dari harta maka tidaklah obyektif karena tidak sedikit orang yang mampu meraih harta tanpa memperhatikan cara meraih harta itu. Kalaulah kemuliaan itu diletakkan oleh pada kekuasaan yang disandang manusia maka betapa banyak orang yang dizhalimi oleh penguasa. Sangat obyektif bila Allah meletakkan kemuliaan itu dari ketaqwaa seseorang. Karena Dia Yang Maha Mulia maka Diapun berhak untuk menentukan kriteria kemuliaan yang akan diraih oleh hamba-Nya.
Ya Allah, ya Al Kariim, Engkau Yang Maha Mulia, di tangan-Mulah letak kemuliaan semua makhluk-Mu, Engkau berhak memuliakan siapa yang Engkau Kehendaki dan Engkaupun berhak untuk menghinakan siapa yang Engkau Kehendaki, berikanlah peluang bagi hamba-Mu ini untuk meraih kemuliaan itu ya Allah, dengan taufiq dan hidayah-Mu kami mampu mendapatkan kemuliaan itu, yaitu kemuliaan yang melekat padanya ketaqwaan.
Ya Al Kariim, kami ini lemah, bersama-Mu kami akan kuat ya Allah, berilah kami kekuatan. Ya Allah kami ini hina,bersama-Mu kami   akan mulia, muliakanlah kami ya Allah, wallahu a’lam [Cubadak Solok, 05 Jumadil Awal 1432.H/ 09 April 2011.M, Jam 13;25].

Referensi;
1. Al Qur’an dan terjemahannya, Depag RI 1994/1995
2. KumpulanCeramah Praktis, Mukhlis Denros, 2009
3.Menjaga Akhlak kepada Allah, K.H. Abdullah Gymnastiar,Manajemen Qalbu
4. DR.Salim Al Jufri, Kumpulan Konsultasi & FAQ Swaramuslim.net 2004 -  2006,Pakdenono]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar