Jumat, 19 Juni 2015

30. Al Wahhab, Maha Pemberi Karunia





AL WAHHAB
[Maha Pemberi Kurnia]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS

                Selama manusia hidup di dunia maka selama itu pula dia akan menerima rezeki, nikmat dan karunia dari Allah bahkan hingga di alam barzakh kelak bila dia termasuk orang yang beriman akan terus mendapat nikmat yang tidak putus-putusnya. Itulah karunia yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang telah menunjukkan bakti keimanannya dengan amal shaleh selama hidup di dunia.    
”(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".[Ali Imran 3;8]

Pengakuan Allah sebagai Al Wahhab, sebagai Pemberi Karunia tidaklah ucapan lisan saja dan memang lisan merupakan salah satu unsur pembuktian iman, namun yang lainnya adalah membuktikan iman itu melalui amaliyah ibadah kepada Allah dengan mendirikan shalat dan mengorbankan sesuatu yang harus dikeluarkan untuk kepentingan agama;
”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”.[Al Kautsar 108;1-3]
Al Wahhab, Dia adalah Maha Pemberi. Pemberian-Nya tanpa syarat, juga tanpa batas.Tak terukur, juga tak ternilai.Tak ada satupun yang mampu menyamai pemberian-Nya.Tak pula satupun yang mampu menghitung anugerah-Nya.
Al Wahhab, Dia adalah Maha pemberi. Langit diberi-Nya awan, agar manusia di bumi ternaungi.Langit diberi-Nya awan, agar air kembali turun ke bumi dan menyuburkan tanah.Langit diberi-Nya awan, agar para sastrawan juga mendapat inspirasi.
Al Wahhab, Dia adalah Maha Pemberi. Burung dengan merdu berkicau, singa dengan gagah  mengaum. Bukankah begitu indah dan penuh harmoni semua yang dianugerahkan?
Diberikan manusia sebaik-baik rupa.Diberikan manusia setinggi-tinggi akal untuk menalar.Diberikan manusia sedalam-dalamnya hati untuk merasa.Diberikan manusia daya untuk berusaha sekuat-kuatnya.
Maha Suci Allah yang Maha Pemberi. Dia yang selalu menjawab doa dan memberikan segala yang dipinta hamba. Sungguh luas karunia-Nya.Cacing di dalam tanah, mendapatkan jatahnya. Burung yang tak tahu akan terbang kemana, juga mendapatkan rezekinya. Apalagi manusia, makhluk yang sangat dicintai-Nya, atas izin-Nya dan dengan segala usaha, ada banyak anugerah yang mampu didapatkan manusia.
Wahai hamba yang mendamba, jika ingin segala hasrat baik diijabah, dzikirkan selalu dari bibirmu, ya Wahhab.Tiada henti, tiada lelah. Insya Allah, Tuhan yang Maha Memberi akan mengabulkan segala.
Tapi ada satu pertanyaan yang tersisa, tidakkah kita malu dengan segala pemberian-Nya yang tidak sebanding dengan ketaatan yang kita sembahkan?Sungguh, Maha Suci Allah yang selalu memberi, meski dengan segala kealpaan kita yang selalu terjadi.Semoga Allah senantiasa memberi ampunan-Nya.

Sudah seharusnya kita sebagai hamba bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita.Mulai dalam kandungan ibu sampai menjadi manusia yang bisa berpikir hingga kembali pada-Nya adalah nikmat Allah yang tidak terhingga.Mulai dari kesenangan hidup, rezeki, dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.Akankah kita mengingkari, menentang, melanggar, dan tidak mau mengabdikan diri kepada-Nya?Dari ayat di atas, kita dapat menarik hikmah bahwa bersyukur adalah sebuah jalan untuk mencari keridhaan-Nya.Sebaliknya, bila manusia mengingkari nikmat-Nya, bersiaplah menerima azab yang sangat pedih.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan Allah.Kita mesti bersyukur saat memperoleh kesenangan dan bersabar saat tertimpa musibah.Rasulullah SAW bersabda, ''Perkara orang Mukmin itu mengagumkan.Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.'' (HR Muslim)

Sesungguhnya, nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita sangat banyak jumlahnya dan tak terhingga. Semua yang diberikan itu, sekiranya  suatu saat Allah menagihnya, kita tidak akan sanggup untuk membayarnya. Sebab, nikmat itu diberikannya setiap saat dan tak pernah berhenti, mulai dari bangun tidur hingga kita tertidur lagi.Alangkah pengasih dan penyayangnya Allah kepada kita, umat manusia. Allah SWT berfirman;

''Dan, Dia telah memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).'' (QS Ibrahim [14]: 34).

Harta yang telah diperoleh dengan cara yang halal haruslah dikelola sesuai petunjuk Allah. Sebab meski harta itu milik kita, namun pada hakekatnya Allah  Pemilik segala apa yang tercipta. Bumi yang kita huni adalah ciptaan dan milik- Nya.Langit tempat kita berteduh juga milik-Nya. Tubuh, pikiran bahkan ruh yang kita punyai sesungguhnya hanya titipan yang akan kembali kepada-Nya. Seorang mukmin yang mendapat rizki harus langsung ingat bahwa ini semua dari Allah.Inilah yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman saat dianugerahi kekayaan yang sangat banyak dan berkah.“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). “(QS. An Naml: 40)

             Salah satu tanda syukur yaitu mengeluarkan dari sebagian rizki yang terima dengan zakat, infaq dan shadaqah. Ingat di harta yang kita dapatkan secara halal itu masih ada hak fakir miskin dan orang lain. Dengan memberikannya kepada mereka berarti kita telah menyucikan harta dan jiwa. Buahnya, harta kita akan mendapat ridha dan berkah dari-Nya. Keluarga menjadi lembut hati dan saling menyayangi karena ada rahmat Allah yang menyertai. Suasana demikian ini tidak hanya dirasakan penghuninya, tapi orang lain pun ikut merasakan suasana bahagia itu.

            Berulang-ulang kali Allah menanyakan kepada hamba-Nya tentang nikmat yang sudah diberikan-Nya, menanyakan tentang nikmat yang dapat didustakan oleh manusia, nikmat itu transparan diberikan Allah kepada makhluk-Nya, tidak dapat di sembunyikan, karunia itu  nyata diterima dan dinikmati oleh manusia, tapi kenapa seolah-olah tidak pernah menerima nikmat dari Allah, seakan-akan karunia Allah itu hanya untuk orang lain saja sementara dia tidak kebagian, ibarat orang melihat bulan, bulan itu seperti di atas kepala orang saja, tidak pernah setantang dengan kepalanya.
Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar.Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya.Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan. (HR. Tirmidzi)
Namun kadangkala manusia tidak menyadari nikmat yang diberikan Allah kepadnya karena hal itu dianggap biasa saja dan sudah lama dinikmati, tapi setelah hilang barulah terasa bahwa nikmat itu penting sekali,"Ada dua kenikmatan yang membuat banyak orang terpedaya yakni nikmat sehat dan waktu senggang (Artinya, saat-saat sehat dan waktu senggang / luang orang sering menggunakannya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia dan terlarang). (HR. Bukhari)

            Bila nikmat yang diberikan Allah itu tidak disyukuri bahkan dikufuri maka ada efek lain yang akan dirasakannya apalagi tidak membayarkan hak-hak orang atas nikmat itu sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulllah,  "Membesarnya kenikmatan Allah bagi seseorang adalah bertambah banyaknya kebutuhan orang kepadanya (banyak dibutuhkan orang). Tetapi barangsiapa enggan memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang-orang itu maka dia telah membiarkan kenikmatan itu lenyap."(HR. Al-Baihaqi)
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Bukanlah syukur namanya bila nikmat yang diberikan Allah digunakan untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya apalagi jelas-jelas mendatangkan mudharat, bukanlah syukur namanya bila harta untuk berjudi, mabuk-mabukan, pelesiran atau membeli sesuatu yang jauh keperluan. Syukur itu harus diujudkan pada tiga asfek, asfek lisan maka syukur diucapkan dengan kalimat membesarkan nama Allah dengan ucapan "Alhamdulillah", asfek hati, syukur tadi dirasakan benar oleh  hati dengan perasaan senang dan bahagia menerima nikmat itu, sedangkan asfek ketiga yaitu amal, artinya segala nikmat itu digunakan sesuai dengan kehendak yang memberi nikmat. Dengan tiga hal itu akan menambah pemberian Allah kepada hamba-Nya dengan nikmat-nikmat lain, tapi bila dikufuri maka azab Allah menanti.

            Dalam surat Ar Rahman, Allah menyebutkan sekian nikmat-Nya yang sudah dicurahkan kepada makhluk-Nya, khususnya manusia yang diberi keistimewaan, dari sekian nikmat itu Allah terkesan menuntut sebuah realisasi syukur, sehingga 31 kali Dia menanyakan hal itu, seharusnya sekali saja pertanyaan itu membuat kita malu untuk mendustakan nikmat Allah, ini sebagai tanda bahwa untuk mengingatkan nikmat Allah itu memang harus berkali-kali mempertanyakannya;
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.
5. matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.
6. dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan Kedua-duanya tunduk kepada nya.
7. dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).
8. supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
9. dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
10. dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya).
11. di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.
12. dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.
13. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? [Ar Rahman 55;1-13].

            Demikian banyaknya karunia diberikan Allah kepada manusia di dunia ini, kiranya apakah tidak layak bila karunia itu dibalas dengan kesyukuran dan dengan pengabdian yang prima, sedangkan kebaikan yang kita terima dari manusia saja, tanpa ditunggu-tunggu kita siap membalasnya. Terlambat saja balasan yang kita berikan akan berhadapan dengan sikap yang tidak baik, padahal kebaikan antar manusia tidaklah seberapa dibandingkan segala kebaikan yang sudah kita terima dari Allah.

            Ya Al Wahhab, Engkaulah Pemberi Karunia, Engkau limpahkan nikmat-Mu kepada makhluk di dunia ini tanpa perhitungan, jadikanlah hamba orang yang bersyukur atas nikmat yang Engkau karuniakan, ampuni hamba-Mu ini ya Allah yang tidak sebanding pengabdian dan pengorbanan kami untuk menegakkan agama-Mu dibandingkan nikmat yang hamba terima.

            Ya Allah, ya Al Wahhab, semua nikmat yang Engkau karuniakan itu tak satupun kami dustai, kami mengakuinya bahwa terlalu banyak nikmat yang telah Engkau berikan, tidak sedikit limpahan kasih sayang-Mu yang diberikan kepada-Mu, jadikanlah hamba ini orang yang syukur atas semua nikmat itu, bukan orang yang kufur, wallahu a’lam [Cubadak Solok, 01 Jumadil Awal 1432.H/ 05 April 2011.M, Jam 20;27].

Referensi;
1. Al Qur’an dan terjemahannya, Depag RI 1994/1995
2. KumpulanCeramah Praktis, Mukhlis Denros, 2009
3.BMH29 April 2009 20:43 administrator
4.Republika.co.id. Mukhyar Imran Lc, 12 September 2010
5.Cyber Sabili, Herry nurdi, 19 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar