AL BASHIT
[ Yang Mengembangkan]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS
Allah yang memberikan rezeki kepada
makhluk-Nya dimanapun berada bahkan bila berada dalam lubang batu sekalipun
mereka tetap akan dicurahkan rezeki sebagai karunia dari Allah;
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari
mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya
Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”[Adz
Dzariyat 51;56-58]
Walaupun rezeki itu disediakan di dunia ini pada
semua tempat dan ruang, namun rezeki tersebut tidaklah turun dari langit dengan
demikian saja tanpa usaha, usaha itu menunjang untuk dapatnya rezeki dari Allah, firman-Nya dalam beberapa ayat
menerangkan;
“
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,Dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik (syurga),Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan
adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,Serta mendustakan
pahala terbaik,Maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”[Al Lail 92;4-10].
Allah menganjur kepada hamba-Nya untuk mencari
rezeki itu dengan berbagai usaha di dunia ini sebagai salah satu sarana untuk
mencapai kebahagiaan, agar hidup menikmati karunia Allah dari usaha yang dilakukan,
tidak meminta-minta kepada orang lain dan tidak menggantungkan nasib kepada
belas kasihan sesamanya. Karunia Allah bukan hanya di dunia saja, maka dari itu
karunia di akherat juga perlu diraih dengan tidak melupakan masa yang akan
datang karena hidup bukanlah disini saja;
“
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”[Al
Qashash 28;77]
Setelah manusia menjadi dewasa, maka berusahalah
mereka mencari nafkah hidup dengan bermacam-macam usaha yang sesuai menurut
kemampuan mereka masing-masing. Diantaranya ada yang menjadi pedagang, buruh,
tani, guru, membuka perusahaan atau pabrik, berkuli dan sebagainya. Mereka
mencari rezeki yang halal, maka Allah akan memberkati hidup dan kehidupannya.
Diantara
mereka banyak yang dapat menghasilkan rezeki yang berlipat ganda,
berlebih dari kecukupan untuk hidupnya dengan keluarganya, maka orang itu
jangan lupa memberikan pertolongan kepada sesama manusia yang sangat
mengharapkan pertolongannya itu. Janganlah manusia jika telah merasa dirinya cukup lalu bersombong
diri, nanti Allah akan mudah mengambil kekayaannya itu kembali dari diri orang
itu dan tentulah nantinya akan menyesal.
Pemberian
kepada orang lain berupa infaq, zakat, shadaqah atau santunan lainnya bukanlah
pemberian percuma tapi itu merupakan pinjaman dari Allah, yang pasti akan
dikembalikan dengan balasan yang berlipat ganda, bila enggan memberikan
pinjaman kepada Allah maka kelak akan menyempitkan rezekinya, karena Allah itu
bersifat Al Qabhid artinya yang menyempitkan rezeki, dan sebaliknya bila rezeki
diberdayakan kepada kepentingan agama maka Allah menjanjikan kepada hamba-Nya
akan mengembangkan dan melapangkan rezekinya karena Allah mempunyai sifat Al
Bashit yang melapangkan atau yang mengembangkan rezeki hamba-Nya;
“Siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di
jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak.dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan’’ [Al Baqarah 2;245]
Salah satu bentuk kecenderungan
yang dimiliki manusia adalah keinginan untuk mengumpulkan, memiliki dan
menikmati harta. Dengan kata lain, keinginan terhadap harta merupakan bagian
dari fitrah kemanusiaan itu sendiri.
Dengan hartalah manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebutuhan primer, sekunder maupun tertier. Konsekuensinya manusia akan selalu berusaha untuk mengumpulkan harta tersebut dengan berbagai cara. Adakalanya manusia dalam usaha mencari harta tersebut memperhatikan norma-norma agama, social, adat dan kesusilaan, namun tidak jarang pula ada di antara manusia yang bersedia melakukan apa saja demi memperoleh harta.
Dalam konteks
ajaran Islam, pentingnya persoalan harta ini terlihat dari banyaknya ayat-ayat
yang berbicara tentang harta. Kata mal dalam al-Qur,an disebut sebanyak 86 kali
pada 79 ayat dalam 38 surah, satu jumlah yang cukup banyak menghiasi sepertiga
surah-surah al-Qur’an.
Jumlah ini belum lagi termasuk kata-kata yang semakna dengan mal seperti rizq, mata’, qintar dan kanz (perbendaharaan).Perhatian al-Qur’an yang begitu besar terhadap harta membuktikan bahwa sebenarnya harta merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga al-Qur’an memandang perlu untuk memberikan garisan-garisan yang dapat dikatakan rinci.
Hikmahnya adalah agar manusia tidak terjerumus pada penyimpangan-penyimpangan baik pada taraf pengumpulan harta ataupun pada pemanfaatannya.Kesalahan dalam dua hal di atas dapat menimbulkan kerugian tidak saja bagi individu yang bersangkutan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.
Pada sisi lain, penekanan al-Qur‘an yang begitu kuat dalam proses pengumpulan harta (dengan cara yang halal) bisa dipahami karena pengaruhnya yang sangat kuat terhadap kesejahteraan manusia dan kenyamanannya dalam mengabdi kepada Allah SWT. Al-Qur’an menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini, diciptakan Allah SWT untuk kepentingan dan kebahagian manusia.Kendati demikian bukan berarti manusia bebas untuk menikmatinya.
Ada aturan-aturan yang telah digariskan Allah dalam kitabnya tentang pengelolaan dan pemanfaatan isi alam baik dalam bentuk perintah ataupun larangan.Peraturan–peraturan itu berguna untuk membatasi manusia yang cenderung memiliki sifat tamak dan rakus, tidak pernah merasa puas terhadap harta yang pada gilirannya dapat mencelakakan dirinya sendiri.Banyak sekali ayat-ayat dan hadis-hadis nabi yang menunjukkan kecenderungan negatif manusia tersebut. [Republika co.id, Menghindari Harta Haram,Azhari Akmal Tarigan Minggu, 30/01/2011 - 10:20 WIB ]
Salah
satu untuk menumbuhkan dan mengembangkan harta seseorang adalah dengan mengelurkan
harta itu melalui zakat, karena zakat itu mengandung beberapa makna penting
terkait dengan kekayaan yang diberikan Allah;
‘’Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”[At Taubah
9;60].
Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna Pertama,
zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini
menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan
bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik
hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [At Taubah 9;103]
Zakat itu
membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati manusia dan memperkembangkan
harta benda.
Kedua, zakat bermakna
Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu
membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT,
kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup.
Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan
bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat
yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan
mensucikan harta.
Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya.Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya.Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.
Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini
belum menemukan orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari
menunaikan zakat disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah,
bahkan yang ada adalah orang–orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal
zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah
bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya.
Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan
berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat
yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika
kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah
Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp.
1.950.000,- yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu
Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta
kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda. Allah SWT
berfirman dalam surat Ar-Rum 30; 39 :
“Dan sesuatu Riba
(tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba
itu tidak menambah pada sisi Allah.dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian)
Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat
yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah
Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan
harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan
menunaikan zakat.
Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.[Makna Zakat,baitul mal hidayatullah, mospagebreak Thursday, 10 April 2008 17:51 administrator]
Allah yang bersifat Al Bashit, yang mengembangkan rezeki
hamba-Nya, dia berhak memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendaki-Nya dan
berkuasa pula untuk menyempitkan rezeki itu kepada siapapun yang
dikehendaki-Nya dan sebaliknya Diapun punya wewenang untuk mengembangkan rezeki
hamba-Nya tanpa disangka-sangka, sang hamba hanya dituntut untuk berikhtiar
dengan maksimal dan bertawakkal kepada-Nya.
Ya Al Bashit, Engkau telah memberikan rezeki
yang melimpah kepada hambaini dari tempat yang tidak disangka-sangka sehingga
dengan rezeki itu hamba merasakan karunia yang banyak dari-Mu, tapi kadangkala
hamba lupa dan lalai untuk menggunakannya untuk kepentingan agama, kadangkala
infaq, shadaqah dan zakat tidak tertunaikan, ampunilah hamba-Mu ini ya
Allah,berilah kepada kami hidayah kedermawanan sehingga kami tidak merasa berat
untuk mendermakan harta ini di jalan-Mu apalagi Engkau akan menambah dan
menumbuhkan kembali sehingga harta kami akan berkemban kelak..
Ya
Ilahi, Al Bashit, janganlah kami dilalaikan dengan harta dan kekayaan ya Allah
dan jangan pula kami menjadi kafir karena tidak punya harta dan kekayaan,
seharusnya dengan banyaknya harta ini menjadikan peluang bagi kami untuk
mencapai ridha-Mu melalui kedermawanan kami, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 14 Jumadil
Awal 1432.H/ 18 April 2011.M, Jam 13;10].
Referensi;
1.Kuliah
Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al
Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Republika
co.id, Menghindari Harta Haram ,Azhari Akmal Tarigan 2011
5.Makna Zakat,baitul
mal hidayatullah, mospagebreak ,2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar