Minggu, 14 Juni 2015

58. Al Bashit, Yang Mengembangkan



AL BASHIT
[ Yang Mengembangkan]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS

            Allah yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya dimanapun berada bahkan bila berada dalam lubang batu sekalipun mereka tetap akan dicurahkan rezeki sebagai karunia dari Allah;
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”[Adz Dzariyat 51;56-58]

Walaupun rezeki itu disediakan di dunia ini pada semua tempat dan ruang, namun rezeki tersebut tidaklah turun dari langit dengan demikian saja tanpa usaha, usaha itu menunjang untuk dapatnya rezeki dari  Allah, firman-Nya dalam beberapa ayat menerangkan;
“ Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,Serta mendustakan pahala terbaik,Maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”[Al Lail 92;4-10].

Allah menganjur kepada hamba-Nya untuk mencari rezeki itu dengan berbagai usaha di dunia ini sebagai salah satu sarana untuk mencapai kebahagiaan, agar hidup menikmati karunia Allah dari usaha yang dilakukan, tidak meminta-minta kepada orang lain dan tidak menggantungkan nasib kepada belas kasihan sesamanya. Karunia Allah bukan hanya di dunia saja, maka dari itu karunia di akherat juga perlu diraih dengan tidak melupakan masa yang akan datang karena hidup bukanlah disini saja;

“ Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”[Al Qashash 28;77]

Setelah manusia menjadi dewasa, maka berusahalah mereka mencari nafkah hidup dengan bermacam-macam usaha yang sesuai menurut kemampuan mereka masing-masing. Diantaranya ada yang menjadi pedagang, buruh, tani, guru, membuka perusahaan atau pabrik, berkuli dan sebagainya. Mereka mencari rezeki yang halal, maka Allah akan memberkati hidup dan kehidupannya.

Diantara  mereka banyak yang dapat menghasilkan rezeki yang berlipat ganda, berlebih dari kecukupan untuk hidupnya dengan keluarganya, maka orang itu jangan lupa memberikan pertolongan kepada sesama manusia yang sangat mengharapkan pertolongannya itu. Janganlah manusia jika  telah merasa dirinya cukup lalu bersombong diri, nanti Allah akan mudah mengambil kekayaannya itu kembali dari diri orang itu dan tentulah nantinya akan menyesal.

            Pemberian kepada orang lain berupa infaq, zakat, shadaqah atau santunan lainnya bukanlah pemberian percuma tapi itu merupakan pinjaman dari Allah, yang pasti akan dikembalikan dengan balasan yang berlipat ganda, bila enggan memberikan pinjaman kepada Allah maka kelak akan menyempitkan rezekinya, karena Allah itu bersifat Al Qabhid artinya yang menyempitkan rezeki, dan sebaliknya bila rezeki diberdayakan kepada kepentingan agama maka Allah menjanjikan kepada hamba-Nya akan mengembangkan dan melapangkan rezekinya karena Allah mempunyai sifat Al Bashit yang melapangkan atau yang mengembangkan rezeki hamba-Nya;      
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan’’ [Al Baqarah 2;245]

Salah satu bentuk kecenderungan yang dimiliki manusia adalah keinginan untuk mengumpulkan, memiliki dan menikmati harta. Dengan kata lain, keinginan terhadap harta merupakan bagian dari fitrah kemanusiaan itu sendiri.

Dengan hartalah manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik berupa kebutuhan primer, sekunder maupun tertier. Konsekuensinya manusia akan selalu berusaha untuk mengumpulkan harta tersebut dengan berbagai cara. Adakalanya manusia dalam usaha mencari harta tersebut memperhatikan norma-norma agama, social, adat dan kesusilaan, namun tidak jarang pula ada di antara manusia yang bersedia melakukan apa saja demi memperoleh harta.
Dalam konteks ajaran Islam, pentingnya persoalan harta ini terlihat dari banyaknya ayat-ayat yang berbicara tentang harta. Kata mal dalam al-Qur,an disebut sebanyak 86 kali pada 79 ayat dalam 38 surah, satu jumlah yang cukup banyak menghiasi sepertiga surah-surah al-Qur’an.

Jumlah ini belum lagi termasuk kata-kata yang semakna dengan mal seperti rizq, mata’, qintar dan kanz (perbendaharaan).Perhatian al-Qur’an yang begitu besar terhadap harta membuktikan bahwa sebenarnya harta merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga al-Qur’an memandang perlu untuk memberikan garisan-garisan yang dapat dikatakan rinci.

Hikmahnya adalah agar manusia tidak terjerumus pada penyimpangan-penyimpangan baik pada taraf pengumpulan harta ataupun pada pemanfaatannya.Kesalahan dalam dua hal di atas dapat menimbulkan kerugian tidak saja bagi individu yang bersangkutan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.

Pada sisi lain, penekanan al-Qur‘an yang begitu kuat dalam proses pengumpulan harta (dengan cara yang halal) bisa dipahami karena pengaruhnya yang sangat kuat terhadap kesejahteraan manusia dan kenyamanannya dalam mengabdi kepada Allah SWT. Al-Qur’an menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini, diciptakan Allah SWT untuk kepentingan dan kebahagian manusia.Kendati demikian bukan berarti manusia bebas untuk menikmatinya.

Ada aturan-aturan yang telah digariskan Allah dalam kitabnya tentang pengelolaan dan pemanfaatan isi alam baik dalam bentuk perintah ataupun larangan.Peraturan–peraturan itu berguna untuk membatasi manusia yang cenderung memiliki sifat tamak dan rakus, tidak pernah merasa puas terhadap harta yang pada gilirannya dapat mencelakakan dirinya sendiri.Banyak sekali ayat-ayat dan hadis-hadis nabi yang menunjukkan kecenderungan negatif manusia tersebut. [Republika co.id, Menghindari Harta Haram,Azhari Akmal Tarigan Minggu, 30/01/2011 - 10:20 WIB ]

            Salah satu untuk menumbuhkan dan mengembangkan harta seseorang adalah dengan mengelurkan harta itu melalui zakat, karena zakat itu mengandung beberapa makna penting terkait dengan kekayaan yang diberikan Allah;
‘’Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”[At Taubah 9;60].

Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa  orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [At Taubah 9;103]

Zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati manusia dan memperkembangkan harta benda.

 Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi  untuk membersihkan dan mensucikan harta.

Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya.Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya.Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.
Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini belum menemukan orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari menunaikan zakat disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah, bahkan yang ada adalah orang–orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya. Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,-  yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda.  Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum 30; 39 :
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah.dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.

Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau  masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.[Makna Zakat,baitul mal hidayatullah, mospagebreak Thursday, 10 April 2008 17:51 administrator]
Allah yang  bersifat Al Bashit, yang mengembangkan rezeki hamba-Nya, dia berhak memberikan rezeki  kepada siapapun yang dikehendaki-Nya dan berkuasa pula untuk menyempitkan rezeki itu kepada siapapun yang dikehendaki-Nya dan sebaliknya Diapun punya wewenang untuk mengembangkan rezeki hamba-Nya tanpa disangka-sangka, sang hamba hanya dituntut untuk berikhtiar dengan maksimal dan bertawakkal kepada-Nya.
Ya Al Bashit, Engkau telah memberikan rezeki yang melimpah kepada hambaini dari tempat yang tidak disangka-sangka sehingga dengan rezeki itu hamba merasakan karunia yang banyak dari-Mu, tapi kadangkala hamba lupa dan lalai untuk menggunakannya untuk kepentingan agama, kadangkala infaq, shadaqah dan zakat tidak tertunaikan, ampunilah hamba-Mu ini ya Allah,berilah kepada kami hidayah kedermawanan sehingga kami tidak merasa berat untuk mendermakan harta ini di jalan-Mu apalagi Engkau akan menambah dan menumbuhkan kembali sehingga harta kami akan berkemban kelak..
Ya Ilahi, Al Bashit, janganlah kami dilalaikan dengan harta dan kekayaan ya Allah dan jangan pula kami menjadi kafir karena tidak punya harta dan kekayaan, seharusnya dengan banyaknya harta ini menjadikan peluang bagi kami untuk mencapai ridha-Mu melalui kedermawanan kami, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 14 Jumadil Awal 1432.H/ 18 April 2011.M, Jam 13;10].

Referensi;
1.Kuliah Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Republika co.id, Menghindari Harta Haram ,Azhari Akmal Tarigan 2011 
5.Makna Zakat,baitul mal hidayatullah, mospagebreak ,2008




Tidak ada komentar:

Posting Komentar