Minggu, 14 Juni 2015

70. Al Afuw, Yang Maha Pemaaf




AL AFUWW
[ Yang Maha Pemaaf]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS


            Dengan kasih sayang-Nya Allah, Dia memberikan kasih-Nya, memberikan maaf dan ampunan kepada hamba-Nya yang melakukan kesalahan, dosa dan maksiat, dengan maaf dan ampunan itulah sebagai modal bagi hamba untuk memperbaiki diri dan memulai hidup baru setelah gelimang dosa ditinggalkan. Allah Al Afuww, Yang Maha Pemaaf;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlahkamushalat, sedangkamudalamKeadaanmabuk, sehinggakamumengertiapa yang kamuucapkan, (jangan pula hampirimesjid) sedangkamudalamKeadaanjunub, terkecualisekedarberlalusaja, hinggakamumandi. danjikakamusakitatausedangdalammusafirataudatangdaritempatbuang air ataukamutelahmenyentuhperempuan, kemudiankamutidakmendapat air, Makabertayamumlahkamudengantanah yang baik (suci); sapulahmukamudantanganmu. Sesungguhnya Allah MahaPema'aflagiMahaPengampun.”[An Nisa’. 4;43]

Manusia adalah makhluk Allah yang diberi beberapa kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan itu  diantaranya; manusia adalah makhluk Allah yang terbaik dibandingkan makhluk yang lain;
"Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya " [At Tin 95;4]

Manusia  adalah makhluk Allah yang termulia dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang, kemuliaan itu terbukti diberikan Allah fasilitas untuk hidup di dunia;
"Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan" [Al Isra' 17;70]

Manusia adalah makhluk Allah yang dipercaya untuk memegang amanah sehingga keimanan dapat terjaga dengan baik, bila amanah sudah dikhianati karena mencampurkan iman dengan kekafiran dan kenifakan maka akan merendahkan posisi manusia. Posisi yang jatuh kepada kerendahan martabat karena berbuat dosa, akan kembali baik bila bertaubat dengan sungguh-sungguh.
"Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima Taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ' [Al Ahzab 33;73]

Manusia adalah makhluk Allah yang tersayang dengan memberikan segala apa yang ada  di langit dan di bumi untuk kesejahteraan hidupnya. Namun bila perbuatan yang dilarang Allah dilakukan maka posisi ini akan merendahkan derajatnya dihadapan Allah dan masyarakatnya;
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu" [Al Baqarah 2;29]

Walau status itu diberikan Allah kepada manusia, tapi bila melakukan dosa maka status itu akan direndahkan dan merendahkan posisi manusia;
"Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)''[At Tin 95;5]

Ibarat pepatah yang mengatakan "karena nila setitik maka rusaklah  susu sebelanga". Artinya kelebihan manusia yang diberikan Allah  sehingga mendapat posisi mulia akan hancur bilamana melakukan perbuatan dosa. Rasulullahpun telah berpesan,”Hati-hatilah terhadap dosa kecil, siapa tahu begitu kamu mengerjakan dosa kecil Allah mencatatmu sebagai penduduk neraka selama-lamanya dan hati-hatilah terhadap amal yang kecil, siapa tahu ketika kalian mengerjakan amal yang kecil itu dicatat Allah sebagai penghuni syurga selama-lamanya’.

Akan  tetapi, kesalahan, dosa dan maksiat yang dilakukan manusia tidaklah semestinya dilakukan terus menerus, dengan penuh kesadaran, dengan kerendahan hati memohon maaf dan mohon ampun kepada Allah adalah sebagai solusi terbaik untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, untuk memotivasi diri agar hidup lebih bersih dari hari-hari yang lalu.
Kesalahandandasabagimanusiaadalahsuatukelaziman.Tidakadamanusia yang ma'shum, setebalapa pun tingkatkeimanannya, seluasapa pun ilmunyadansedalamapa pun ketakwaannyakepada Allah, selamadiaadalahmanusia, diapastisuatu kaliakanmelakukankesalahandandosa. Allah memangtidakberkehendakmenciptakanmanusiadalamkeadaanbersihdarikesalahandansempurnadaridosa, karena Allah hanyamengingin-kankesempurnaanuntukdiriNya.Persoalan sebenarnya bukan pada manusia yang berdosa dan bersalah, akan tetapi apa yang dilakukan setelah dosa dan kesalahan tersebut? Fiman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (Ali Imran 3: 135).
Nabi Adam telah mengukir keteladanannya dalam hal ini, bukan pada pelanggarannya terhadap larangan Allah, akan tetapi pada apa yang dia lakukan setelah dia melakukan pelanggaran tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Adam bersama istrinya diizinkan oleh Allah tinggal di surga. Allah melarangnya mendekati satu pohon yang ada di sana, tetapi Adam melanggar-nya karena bujuk rayu setan, akan tetapi setelah itu Adam menyesali dan menyadari kesalahannya serta memohon ampun kepada Allah. Allah mengampuninya dan Adam pun menjadi lebih mulia dan lebih baik dari sebelumnya. Firman Allah Ta’ala,
ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى
"Kemudian Rabbnya memilihnya maka Dia meneRima taubatnya dan membeRinya petunjuk." (Thaha 20: 122).

Di sisi lain, manakala Allah menciptakan Bani Adam dengan kesalahan dan dosanya, Dia pun membuka peluang perbaikan selebar-lebarnya. Dia memanggil dan mengajak hamba-hambaNya agar memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Dan peluang ini senantiasa terbuka siang-malam sepanjang umur manusia atau umur dunia ini. Peluang tersebut adalah taubat untuk meraih ampunan Allah Ta’ala. FiRman Allah Ta’ala,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
"Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (Az-Zumar 39: 54).

Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِـبَادِيْ، إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْـفِـرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِـرُوْنِيْ أَغْـفِـرْ لَكُمْ.
"Wahaihamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukankesalahansiang-malamdanAkumengampuniseluruhdosa, OlehkarenaitumohonlahampunkepadaKu, niscayaAkumengampuni kalian."(HR. Muslim daRi Abu DzaR, MukhtashaRShahih Muslim).
Jika Allah mengajakkepadaampunan, berjanjimemaafkandanmembukapintunyalebar-lebarsementarakitamanusiaselaluberdosa, makatidaksekedarlayak, akantetapisangatlayakkalaukitamengetukpintutersebutdenganharapanDiaberkenanmelimpahkanmaafNyakepadakitasemua, sesungguhnyaDiaMahaPengasihlagiPemurah. [Meraih Ampunan, Oleh: Izzudin KaRimi, Lc, Kumpulan KhutbahJum’atPilihanSetahunEdisi ke-2, DarulHaq Jakarta,Compiled by orido™]
Memaafkan juga diajarkan kepada hamba-Nya melalui kisah para nabi dan rasul yang membuktikan bahwa memaafkan itu indah dan mendatangkan kebaikan. Nabi Musa pernahmengajukanpertanyaankepada Allah, siapakahdiantarahamba-hamba-Nya yang lebihmuliamenurutpandangan Allah makaditerangkanoleh Allah, ”Merekaadalah orang yang berhatimulia, berlapang dada toleranterhadapmusuhatau orang yang memusuhinyadisaatiaberkuasamelakukansekehendaknya”.

            Ia tidak melampiaskan balas dendam atau sakit hatinya terhadap orang itu, bahkan dia memaafkan karena Allah semata-mata. Orang yang berhati emas semacam itu tinggi kedudukannya disisi Allah swt.. dapat kita simpulkan bahwa memaafkan musuh atau orang yang memusuhi kita ketika kita dapat melakukan pembalasan adalah suatu perbuatan yang sangat baik dan tinggi nilainya disisi Allah selain itu malahan menambah tinggi maratabat dan derajatnya pada pandangan masyarakat dan musuh itu sendiri.

            Dalam siroh [sejarah] dikemukakan perilaku dan ketinggian budi pekerti nabi Muhammad Saw, dalam ghazwah [perang] Uhud Nabi mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa guah giginya, berkatalah salah seorang sahabatnya, ”Tolonglah tuan doakan agar mereka celaka”, Nabi menjawab, ”Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat”, lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah dan berdo’a, ”Ya Allah ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui”.

            Rasulullah tidak berniat membalas dendam, tapi malah memaafkan mereka dan kemudian dengan rasa kasih sayang beliau mendoakan agar mereka diberi ampunan Allah, karena dianggapnya mereka masih belum tahu tujuan ajakan baik yang dilakukan.

            Dalam perang Uhud juga, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan  bila dapat membunuh paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib, ternyata ia berhasil membunuh Hamzah dan dia dimerdekakan. Kemudian dia masuk Islam dan menghadap kepada Nabi Saw, Wahsyi memberitakan peristiwa pembunuhan Hamzah. Walaupun  Nabi telah menguasai Wahsyi dan dapat melakukan apa saja terhadap Wahsyi, namun tidak melakukannya bahkan memaafkan, alangkah tingginya akhlak ini.

            Para Rasul memaafkan semua bentuk pendekatan yang mungkin dilakukan untuk menyentuh hati seseorang. Pendekatan da’wah yang paling efektif adalah memaafkan dan kelemahlembutan. Sebagaimana firman Allah kepada Musa dan Harun saat memerintahkan keduanya untuk menghadapi Fir’aun yang zhalim itu;
”Dan berkatalah kamu berdua kepadanya dengan lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” [Thaha 20;44].

            Fir’aun dikenal sebagai manusia yang kejam dan bengis, sikap dan suara yang keras malah akan membuatnya marah dan memperlihatkan keganasannya, Nabi Musa dikenal seorang Nabi yang bersuara keras dan tidak suka berdiplomasi. Tatkala Allah mengutus beliau kepada Fir’aun, beliaupun mohon agar didampingi oleh saudaranya yang bernama Harun. Ini disebabkan Nabi Musa ingin memelihara hubungan da’wah dengan Fir’aun sampai ia sadar dan bertaubat, Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159;
”Maka disebabkan rahmat Allah dan karena Allahlah kamu berlaku  lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itulah maafkan mereka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya’.

            Rasululah dengan para sahabat beliau, sebagai seorang pemimpin dan da’i, beliau tidak hanya memiliki sikap pemaaf dan lemah lembut,namun juga kasih sayang. Dengan pribadi ini tidak mengherankan bila beliau senantiasa dicintai oleh para pengikutnya. Lihatlah kelembutan Nabi tatkala seorang Arab pegunungan kencing di pojok masjid beliau. Melihat perbuatan kurang ajar itu para sahabat bangkit ingin menghajar sang Badui. Maka Rasulullah mencegah mereka dan berkata, ”Biarkan dia, siramilah tempat yang dikencenginya dengan setimba air. Sesungguhnya kalian dibangkitkan untuk memberi kasih sayang dan kemudahan, bukan untuk menyulitkan”, lalu sang Arab Badui itu masuk Islam karena kelembutan,santun dan kasih sayang Rasul, kemudian dia berdoa, ”Ya Allah masukkanlah saya dan Muhammad ke dalam syurga, sedangkan yang marah-marah tadi jangan”.

            Di dalam hadits terdapat juga beberapa penjelasan tentang sifat suka memaafkan, antara lain sebagai berikut;
            ”Barangsiapa yang dapat menahan luapan kemarahan, sedang ia berkuasa dan sanggup melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan khalayak ramai, untuk memilih bidadari yang dikehendaki”. Rasulullah bersabda,”Seorang muslim apabila disaat bergaul dengan orang banyak dan dapat bersabar [suka memaafkan] atas gangguan mereka, lebih baik dari muslim yang tidak suka bergaul dan tidak sabar atas gangguan mereka”, pada kesempatan lainpun Rasulullah menyampaikan pesannya, ”Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya, ditaburi rahmat-Nya dan dimasukkan-Nya ke dalam syurga-Nya, yaitu, apabila diberi ia berterima kasih, apabila berkuasa ia suka memaafkan, apabila marah ia menahan diri [tidak marah].

            Allah Al Afuw, Yang Pemaaf, terlalu banyak dosa, kesalahan dan maksiat yang hamba lakukan dalam kehidupan ini ya Allah, dosa melalui lisan yang selalu berkata yang tidak baik, dosa melalui mata yang selalu memandang hal-hal yang Engkau larang, dosa melalui telinga yang selalu tergiur mendengarkan hal-hal yang sia-sia, semua anggota tubuh ini tidak luput dari dosa, kesalahan dan maksiat, hal ini karena kelemahan iman dan kedurhakaan hamba ya Allah.

Ya Ilahi, Yang Maha Pemaaf, kalaulah karena kesalahan, dosa dan maksiat itu Engkau membenci hamba, Engkau tidak memaafkan, tidak Engkua ampuni maka sia-sialah hidup yang kami jalani ini, kami mengharapkan dengan kerendahan hati akan kasih sayang-Mu, sehingga Engkau berkenan untuk memaafkan hamba karena Engkau Maha Pemaaf, Wallahu a’lam [CubadakSolok, 19 JumadilAwal 1432.H/ 23 April 2011.M, Jam 20;35].

Referensi;
1.KuliahTafsir, Faktar IAIN RadenIntan Lampung, 1989
2.Al Qur'an danTerjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.KumpulanCeramahPraktis, Drs.MukhlisDenros, 2009
4.Izzudin KaRimi, Lc, Kumpulan KhutbahJum’atPilihanSetahunEdisi ke-2




Tidak ada komentar:

Posting Komentar