Minggu, 14 Juni 2015

62. An Nafi, Yang Memberi Manfaat



AN NAFI
[ Yang Memberi Manfaat]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS


                Semua kejadian yang  dialami manusia selama perjalanan hidupnya, apakah yang mendatangkan mudharat seperti sakit, sudah, sedih, derita dan sengsara, bencana dan azab, atau yang mendatangkan manfaat dalam hidupnya seperti untung, senang, bahagia, kesuksesan dan keselamatan, maka semua itu dari Allah, tidak ada pihak lain yang mampu memposisikan itu kepada makhluk hidup di dunia ini. Manusia tidak mampu untuk menarik kemanfaatan bagi dirinya dan tidak mampu pula menolak mudharat atas dirinya, semuanya itu dari Allah semata;
”Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".[Al A’raf 7;188].

Begitu banyaknya potensi dunia ini disediakan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan, sebagai sarana untuk hidup dan melanjutkan kehidupan ini, berupa tanah yang subur sehingga dapat digunakan untuk sawah dan ladang sebagai sumber pencaharian bagi manusia, air hujan yang tercurah dari langit untuk menyirami tumbuh-tumbuhan dan minuman ternak,  udara yang sejuk membuat nyaman dan aman tinggal di pelosok desa sekalipun, bagaimana bahan tambang yang ada di dalam tanah berupa biji besi dan  minyak serta kandungan kekayaan lainnya, semuanya disediakan untuk manusia.

Kehadiran manusia di dunia ini tidaklah dibiarkan demikian saja tapi dibekali dengan perlengkapan hidup dan modal untuk menggarap alam ini dengan ikhtiar masing-masing, Allah menciptakan manusia dan Dia mengetahui maslahat dan kebutuhannya, semua itu sebagai modal dasar hadirnya manusia, untuk saling berlomba-lomba mencari keberhasilan dengan prestasi masing-masing, memang Allah tidak menuntut keberhasilan kita, tapi  yang dituntut adalah usaha maksimal kita dalam usaha dan bekerja, inilah bekal manusia yang iberikan Allah;

            Pertama, Allah menciptakan jasad yang membutuhkan makanan dan minuman, agar jasad tersebut tumbuh dan berkembang sebagaimana ia juga membutuhkan pakaian dan tempat tinggal. Dia menciptakan untuknya akal yang membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan tugas-tugas dan menjadi kewajibannya berupaya memakmurkan bumi sebagai khalifah.

            Dengan jasad yang kuat akal yang cerdas manusia dituntut untuk berbuat dan beramal untuk kemaslahatan dirinya dan masyarakat bahkan bumi keseluruhan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah berfirman dalam surat Al A’raf  7;42
            ”Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka Itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”

            Kedua, Allah memberikan bekal kepada manusia dengan diciptakan-Nya ruh yang membutuhkan petunjuk dan hidayah, agar kehidupan manusia menjadi lurus di dunia dan akherat, karena manusia disebut sebagai manusia bukanlah karena jasadnya tapi karena ruhnya yang terpimpin oleh petunjuk Allah.

            Ketiga, perangkat jasad, akal dan ruh saja tidaklah cukup maka kemudian Allah menanggung dan memenuhi seluruh kebutuhan manusia, karena memang manusia tidak memiliki sesuatupun;
            ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.”[Fushilat 41;10]

Keempat, untuk kehidupan manusia di bumi ini perlu adanya rezeki dan Allah menjamin rezeki manusia dan menjadikannya mudah untuk didapat di atas  bumi ini. Tidak ada seharusnya bagi seorang muslim rasa was-was dan khawatir tentang rezekinya, yang penting mau berusaha, sedangkan ulat di dalam batu saja selalu diberikan rezeki oleh Allah yang tidak putus-putusnya. Bila Allah menentukan jumlah manusia di dunia ini tiga milyat, tentu Dia menyediakan persediaan rezeki lebih dari itu untuk seumur dunia  ini ;
            ”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan’’[Al Mulk 67;15].

            Sebagian orang mengasosiasikan rezeki itu adalah gaji, honor atau hasil  usahanya saja yang dapat diukur dengan jumlah materi, semua itu adalah bagian terkecil dari rezeki, makna rezeki itu luas sekali bahkan orang yang tidak punya gaji atau honor dan penghasilan tetap hidup dengan rezeki Allah yang datangnya tidak berpintu.

            Kelima, bekal manusia di dunia ini perlu perkembangan dan dinamika hidup sesuai dengan perkembangan masanya, semua itu membutuhkan ilmu pengetahuan. Allah menjamin ilmu pengetahuan yang dibutuhkan akal serta membekali manusia alat dan sarana untuk mendapatkannya,dijelaskan dalam firman Allah surat An Nahl 16;78
            ” Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

            Keenam, manusia tidak bisa hidup tanpa bimbingan wahyu dan petunjuk-Nya, terlalu banyak penyimpangan yang dilakukan manusia bahkan keluar dari eksistensinya sebagai makhluk Allah ketika tidak mengacu kepada petunjuk Allah. Untuk itulah makanya dikirim nabi dan rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia, yang petunjuk tadi tidak sembarangan orang dapat menerimanya sehingga muncullah golongan kafir, fasiq dan zhalim sebagai ujud pembangkangan mereka terhadap petunjuk Allah itu.
           
            Orang yang mampu menerima hidayah tersebut adalah manusia yang punya hati nurani yang disertai rohani yang tunduk kepada kebenaran. Dengan kekuasaannya Allah menjamin hidyah yang dibutuhkan oleh ruh. Maka diutuslah para nabi dan rasul untuk menunjuki jalan yang lurus;
            ”Dan sungguhnya kami TelahmengutusRasulpadatiap-tiapumat (untukmenyerukan): "Sembahlah Allah (saja), danjauhilahThaghutitu", Maka di antaraumatituada orang-orang yang diberipetunjukoleh Allah danada pula di antaranya orang-orang yang Telahpastikesesatanbaginya.Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”[An Nahl 16;36].


            Demikian banyaknya bekal yang diberikan Allah kepada manusia untuk mengelola, memimpin dan memakmurkan dunia ini dengan segala potensi yang dimiliki, semuanya itu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini, andai kata tidak diberikan Allah bekal tersebut maka tidaklah bertahan lama kehidupan manusia di dunia ini, selayaknya manusia tidak mengabaikan nikmat tersebut untuk mencapai keberhasilan hidup di dunia hingga akherat.

                An Nafii, sifat Allah yang mulia, Yang Memberikan Manfaat, Dia berkuasa untuk memberikan manfaat kepada makhluk-Nya sehingga mendapatkan keuntungan dan kebahagiaan bagi makhluk yang merasakannya, manusiapun dituntut untuk mendistribusikan kemanfaatan itu kepada orang lain sebagai ujud persaudaraan dan kemanusiaan, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat nabi.

Perdaganganmanusiapernahterjadiketikamasaperbudakandizamanjahiliyyahbelumterhapuskan, adalah Abu Bakar, banyakmenghabiskanuangnyauntukmembebaskanbudakseperti Bilal bin Rabah, suatuketikaterjadilahtransaksiperdaganganantara Abu BakardenganMuawiyahpemilikbudak, transaksiitumenyepakatiuntukmenjual  Bilal  kepada Abu Bakarseharga [kitaperkirakan 20 juta]. DengansombongnyaMuawiyahmenerimauangitusambilberkata,"Engkaubodohsekali Abu Bakar, maumembelibudakjelekinidenganhargabegitutinggi, kalaulahengkautawarsaja lima jutaataulebihrendahdariitu, kuberikankepadamu, daripadabudakitumenyusahkansaya", mendengaritudengankesombongan pula Abu Bakarmembalasnya,"Engkau yang bodohhaiMuawiyah, maumenjualbudaksebaikinikepadakudenganhargahanyaduapuluhjuta, kalaulahengkauletakkanhargaempatpuluhjutaataulebihtinggilagiakusiapuntukmembelinya".

            Transaksiperdaganganperbudakan yang berlansungitutidaklahterjadipada Abu Bakar, begitudiaselesaikanpembayaran, makadetikitu pula diabebaskanbudakituuntukmerdekauntukmenyembah Allah dalamkomunitasmuslim, daritransaksiitu, untungduniauntukpribadi Abu Bakartidakadatapikeuntungan di akheratakandiaperoleh, karenamemangseorangmuslimituselalumelakukantransaksiperdagangandenganTuhannya, kitahanyamenyediakanhartadanjiwatapibalasanbayarannyadisediakan Allah dengansyurga.
’’Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar” [At Taubah 9;111]

            Keuntungan dunia dengan segala isinya yang diraih manusia tidaklah seberapa dibandingkan balasan yang akan diterima di akherat nanti, dunia hanya sementara, kesenangan yang dirasakanpun semua tiada abadi, bila kita mampu meraih segala kesenangan dan kenikmatan dunia, paling lama hanya enampuluh tahun demikian pula halnya kesengsaraan di dunia dirasakan hanya sebatas usia manusia.

Ekonomi adalah tulang punggung kelanjutan hidup manusia, tanpa ini kehidupan kita agak terganggu, bahkan dengan ekonomi tidak jarang satu bangsa ditaklukkan oleh bangsa lain, lilitan hutang yang tidak tahu kapan selesainya. Dalam Islam, masalah iqtishadi [ekonomi] dan ma’isyah [mata pencaharian] banyak dibicarakan bahkan Umar bin Khattab pernah mengusir seorang pemuda dari masjid, karena matahari sudah tinggi, dia masih berzikir juga, tidak mau mencari rezeki.

Antara  ibadah dan ma’isyah diseimbangkan oleh Allah bahkan menghidupkan ekonomi bagian dari ibadah, sebagaimana ketegasan Allah dalam surat Jumu’ah 62; 9-10, ;
”Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”.

Ya An Nafii, Allah Yang Memberi Manfaat, Begitu banyaknya potensi dunia ini disediakan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan, sebagai sarana untuk hidup dan melanjutkan kehidupan ini, yang kadangkala semua itu kami balas dengan kedurhakaan, dosa dan maksiat kepada-Mu, ampunilah hamba ini ya Allah, yang tidak mensyukuri nikmat-Mu.

Ya Allah, jadikanlah hamba ini, orang-orang yang bersyukur atas segala bekal hidup yang Engkau berikan sehingga mendatangkan kemanfaatan kepada kami dalam mengelola hidup di dunia ini, dengan syukur itulah kelak kami akan mendapatkan kembali nikmat yang lebih banyak, ya Ilahi, jadikanlah hamba ini makhluk yang bermanfaat bagi manusia lainnya sehingga semua itu sebagai ibadah bagi hamba, masukkanlah kami ya Allah ke dalam orang-orang yang shaleh, baik didunia ataupun di akherat kelak, Wallahu a’lam [CubadakSolok, 15 JumadilAwal 1432.H/ 19 April 2011.M, Jam 11;10].

Referensi;
1.KuliahTafsir, Faktar IAIN RadenIntan Lampung, 1989
2.Al Qur'an danTerjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.KumpulanCeramahPraktis, Drs.MukhlisDenros, 2009

1 komentar:

  1. Asalamualaikum, afwan ustad, jika saya menamai merek baju saya dengan nafi clothes apakah boleh ustadz

    BalasHapus