AL MUQTADIR
[Yang Menundukkan]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS
Allah
Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya, semua kehendak-Nya adalah mutlak dan Dia
Yang Menundukkan segala sesuatu dengan caranya sendiri, sifat mulia-Nya itu
dinamakan Al Muqtadir yaitu Yang Menundukkan, adalah nama dan sifat yang
menunjukkan kekuasaan dan keperkasaan, tak satupun yang melakukan perlawanan
kepada-Nya, perlawanan apapun akan dilemahkan-Nya. Kekafiran, kezhaliman,
kefasikan dan kemunafikan adalah bentuk perlawanan yang disadari atau tidak
oleh manusia, maka Allah akan melemahkan dan menundukkan hamba-Nya yang
demikian dengan berbagai cara.
Bagaimana
Allah menundukkan orang-orang dahulu yang melakuka kekafiran dengan terang-terangan,
mereka tidak mampu berkilah dan berdalih lebih lama karena dengan waktu yang
cepat sekali Allah menurunkan ancaman dan azab-Nya sebagai balasan bagi
kekafiran mereka;
“Dan Sesungguhnya telah
Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil
pelajaran?dan Sesungguhnya telah datang kepada kaum Fir'aun
ancaman-ancaman.mereka mendustakan mukjizat Kami semuanya, lalu Kami azab
mereka sebagai azab dari yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.Apakah orang-orang
kafirmu (hai kaum musyrikin) lebih baik dari mereka itu, atau Apakah kamu telah
mempunyai jaminan kebebasan (dari azab) dalam Kitab-Kitab yang dahulu.”[Al
Qamar 54;40-43]
Di dunia ini
kita hadir sebagai bentuk ketundukan kepada Allah, sejak lahir kita tidak mampu
untuk berbuat banyak, bahkan untuk menentukan bentuk wajah dan fisik kita saja
terserah kepada Allah yang menciptakan.
Hampir dipastikan, kita semua
tidak pernah bisa meraba bagaimana rupa takdir kita ke depan. Segala sesuatunya
adalah misteri bagi kita.Acap kali kejadian dan semua peristiwa terjadi begitu
saja tanpa bisa direkayasa.Terkadang kita juga tidak berkuasa dengan amalan
kita sendiri.Kegagalan, kesuksesan, kaya miskin, antara kehidupan dan kematian
adalah mutlak milik Allah. Bahkan, di beberapa ayat diinformasikan, salah
satunya dalam QS ash-Shaaffat, [37]: 96, bahwa kita dan semua amalan kita
Allahlah pembuat skenarionya, "Wallahu khalaqakum wa maa ta'maluun".[Muhammad
Arifin IlhamDamanhuri/RepublikaJumat, 04 Juni 2010, 09:54 WIB]
Setiap kejadian di atas muka bumi selalu diputuskan dengan rahmat-Nya,
serta kudrat dan iradat-Nya.Seluruh ciptaan tak ada yang luput dari
pengawasan-Nya, termasuk aktivitas manusia. Allah jua yang telah menuliskannya
dalam lauh mahfuzh-Nya (QS Al-Hadid [57]: 22).
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Meski semua telah tertulis di zaman azali, manusia tetap diperintahkan untuk berikhtiar menjemput kebaikan.Tak ada satu kebaikan pun yang diraih dengan berpangku tangan.Semua itu meniscayakan adanya sebuah gerak, usaha, dan akselarasi.
Diam hanya akan membuat seseorang berkubang dalam penderitaan dan kegagalan. Jika kita adalah seorang pedagang atau pebisnis, mutlak untuk melakukan sesuatu.Sebaik-baik ikhtiar manusia adalah merujuk pada syariat-Nya, sebagai Zat yang mengatur kehidupan.[Republika.co.id,Ustaz Muhammad Arifin Ilham,Dunia Diperintahkan Melayani Hamba yang Taat BeribadahAhad, 17 Oktober 2010, 19:35 WIB]
Allah yang menundukkan
segala-galanya, semua apa yang ada di langit dan di bumi berada dalam
genggaman-Nya, apapun keinginan Allah terhadap ciptaan-Nya akan sangat mudah
bagi-Nya untuk melakukan, semua makhluk tunduk atas segala kemauan-Nya, apakah
akan diselamatkan atau akan dibinasakan, tak ada yang dapat menghalangi-Nya;
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
telah menciptakan langit dan bumi dengan hak ?jika Dia menghendaki, niscaya Dia
membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru, dan yang demikian
itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah.”[Ibrahim 14;19-20]
Allah menundukkan kekuasaan Raja Namrud dikala Ibrahim
menyampaikan da’wah kepadanya tapi da’wah itu ditolak bahkan dimusuhi.Raja
mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi
dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya
merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan
yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang
berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan
kedudukannya sebagai raja. Iamerasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya
sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung
yang terbina dari batu yang tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan
kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan. Dia
yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka,
membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan
kesusahan.Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang
hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia.di samping itu semuanya, ia adalah
raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Di
tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi
Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia
sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada
kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran
bahawa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah
perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahawa
persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang
harus di banteras dan diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang
benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta
iniAllah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya:
"Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan
kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami
mengetahui keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: 'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?'
Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim
menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang
nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh
ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata:
'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya;
dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas apa yang demikian
itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-
berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat
berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka
berkata: 'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami
mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama
Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan cara yang dapat
dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah
kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?'
Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah
kembali kepada kesedaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian
adalah orang- orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka
jadi tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui
bahawa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim berkata:, maka
mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat
sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu
dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan- tuhan kami jika kamu
benar-benar hendak bertindak.'" (QS. al- Anbiya': 51-68)
Nabi
Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logik berfikir yang
sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan menggantungnya di dalam
api. Sungguh ini sangat menghairankan. Suatu mahkamah yang mengerikan digelar
di mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran.
Namun Allah membela nabi-Nya dengan
menundukkan api yang biasanya membakar apalagi sedang membara pasti akan
membinasakan siapa yang mengenainya tapi dikala itu sang api, patuh atas
perintah Tuhannya;
Manusia yang
melihat peristiwa itu berdiri agak jauh dari galian api itu kerana saking
panasnya. Lalu, seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke
dalam api. Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan
bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki
keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu
darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan
api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah
SWT menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api
jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api pun tunduk
kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa keselamatan
bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali- tali yang mengikat Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk
di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya.
Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT. [Kisah
nab-nabi, Dahalan bin Che Mat (Pak
Ndak).
Begitu juga Allah menundukkan
penguasa-penguasa yang zhalim lainnya dengan berbagai kejatuhan yang dialami
hingga memberikan siksa dan azab-Nya. Allah juga menundukkan kegagahan Umar bin
Khattab dengan hidayah sehingga masuk islam dan membelanya. Rasulullahpun selalu
berdo’a kepada Allah agar hati yang dimilikinya selalu hidup dalam keadaan kokoh
dalam agama ini “Ya Muqallabil Qulub Tsabbit Qalbi ‘ala dinik”, Wahai yang
Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku ini dalam agama-Mu’. Artinya kita
sendiri tidak mampu menundukkan hati kita, karena jangankan hati, sedangkan
diri kita sendiri di bawah ketundukan Allah.
Ya Al Muqtadir, Allah Yang
Menundukkan, kekuasaan-Mu tak satupun yang mampu menandingi, dengan taufiq dan
hidayah-Mu berilah hamba-Mu ini kemampuan untuk menundukkan keangkuhan dan
kecongkakan yang ada pada jiwa kami, tundukkanlah nafsu kami untuk menyelamatkan
agama kami, lemahkanlah sifat-sifat negative kami hingga menjadi positif.
Tundukkan kemalasan, keengganan dan kelalaian kami dalam menjalankan ibadah
kepada-Mu.
Ya Allah, Al Muqtadir, berilah kami
kemampuan untuk menundukkan pandangan kami agar terjaga dari fitnah dunia
sebagaimana yang Engkau perintahkan;
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang mereka perbuat", Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. “[An Nuur 24;30-31]
Ya Ilahi, Al Muqtadir, semua makhluk yang Engkau ciptakan
berada dalam genggaman-Mu, mereka patuh dan taat, mereka tunduk dengan segala
sunnah-Mu sehingga kehidupan ini berjalan harmonis, jangan Engkau siksa kami ya
Allah karena masih banyaknya dari hamba-hamba-Mu yang belum tunduk hatinya
kepada kebenaran, berilah hidayah-Mu ya Allah sehingga kami terbimbing di
jalan-Mu, wallahu a’lam [Cubadak Solok, 29 Rabiul Akhir 1432.H/ 03
April 2011.M Jam; 21;45]
Referensi;
1.Republika.co.id,Ustaz Muhammad Arifin Ilham
2. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.
Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
4. Kisah
nab-nabi, Dahalan bin Che Mat (Pak
Ndak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar