AL MU’ID
[ Maha Mengembalikan Kehidupan]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS
Firman Allah dalam hadits qudsi ;”Aku adalah gudang yang tersembunyi, maka
Aku suka agar Aku dikenal, lalu Aku ciptakan makhluk supaya ia mengenalku Aku”
Dalam surat Yunus 10;3 Allah menyatakan
firman-Nya;
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada
seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang
demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?”
Jadi jelaslah yang mengatur semua kejadian alam,
makhluk, manusia, binatang, matahari, bulan dan bintang, hidup dan mati adalah
Allah Swt [Al Baqarah 2;255]
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar.”
Allah yang menciptakan kehidupan dan Dia pula yang
mengembalikan kehidupan itu setelah mengalami proses kematian, hal itu mudah bagi
Allah karena Dia dengan sifat mulia-Nya Al Mu’id, Yang Mengembalikan Kehidupan;
”Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji
yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada
permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah
berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan
yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan
minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.” [QS.Yunus 10;4]
Dengan gamblang Allah
menerangkan asal kejadian manusia sejak dari alam ruh hingga berakhirnya
kehidupan seseorang. Panjangnya perjalanan hidup manusia sepanjang proses kehidupan yang akan
dilaluinya, pada awalnya manusia berada di alam ruh, kemudian proses kejadian
sebagai janin berada di alam Rahim, yang kemudian dilahirkan ke dunia dengan
segala ujian kehidupan yang harus dijalani, kelak setelah itu dia pasti
diwafatkan yang fisiknya dimakamkan dalam tanah sedangkan ruhnya kembali kepada
Allah di alam barzakh;
”Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al Mukminun 23;14-16]
Allah dengan sifat-Nya, Al Mu’id, Yang
Mengembalikan Kehidupan, berkuasa menentukan kapan terjadinya kiamat itu dan kejadian
membangkitkan manusia dari alam kuburnya walaupun sudah terkubur sekian abad
lamanya, sulit bagi ilmu manusia untuk mengidentifikasi tubuh masing-masing
bahkan mungkin ada yang sudah menjadi benda-benda tertentu yang kita pakai,
tapi bagi Allah mudah saja untuk membangkitkan, sebagai perumpamaan dikisahkan
oleh Nabi Ibrahim As, Hal itu diungkapkan Allah dalam surat Al Baqarah
2;260
“dan (ingatlah) ketika
Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu
?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar
hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman):
"Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian
itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan
segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Setelah diberi
kesempatan menghirup udara segar di
dunia untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan suka dan duka, menjalani
bahagia dan sengsara, sedih dan tawa hingga berkah dan bencana, paling lama
akan dihadapi seratus tahun hidup di dunia ini, yang akhirnya kematian akan
menjemputnya.
Di dunia ini, menurut
al-Ghazali, tak ada yang pasti, kecuali kematian.Hanya kematian yang pasti,
lainnya tak ada yang pasti. Namun, manusia tak pernah siap menghadapi maut dan
cenderung lari darinya;
"Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu." (QS Al-Jumu'ah [62]: 8).
Bagi al-Ghazali, kematian
tidak bermakna tiadanya hidup (nafi al-hayah), tetapi perubahan keadaan
(taghayyur hal).Dengan kematian, hidup bukan tidak ada, melainkan
bertransformasi dalam bentuknya yang lebih sempurna.Diakui, banyak orang semasa
hidup mereka tertidur (tak memiliki kesadaran), tetapi justru setelah kematian,
meraka bangun (hidup). "Al-Nas niyam, fa idza matu intabihu,"
demikian kata Imam Ali
Salah satu makna kematian itu
diambil dari kata al-ruju' (raji').Kata ini dalam bentuk subjek diulang
sebanyak empat kali, dan mengandung makna kembali atau pulang.Kematian berarti
perjalanan pulang atau kembali kepada asal, yaitu Allah SWT. Karena itu, kalau
ada berita kematian, kita baiknya membaca istirja', Inna Lillah wa Inna Ilaihi
Raji'un (QS Al-Baqarah 2: 156).
Sesungguhnya, kematian itu
sama dengan mudik, yaitu perjalanan pulang ke kampung kita yang sebenarnya,
yaitu negeri akhirat. Mudik itu menyenangkan. Dengan satu syarat, yakni membawa
bekal yang cukup, berupa iman dan amal saleh
“Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya".(QS Al-Kahfi [18]: 110). [Dr A
Ilyas Ismail, Ingatlah Saat Kematian Mu!, Republika.co.id.Kamis,
11 November 2010, 10:53 WIB].
Bersiap-siaplah menghadapi
detik-detik kematian, yang pasti tiba.Setiap kita pasti mati. Setiap kita pasti
akan mengalami sekarat. Kita pasti akan menemui kematian itu. Semua orang –
baik raja maupun hamba sahaya, atasan maupun bawahan, kaya ataupun miskin –
telah merasakannya.Semua bangsa telah merasakan pendihnya kematian.
Amr Ibn Ash, yang dijuluki
‘Urthubun’ (orang yang amat cerdik) karena begitu cerdiknya, tengah mengalami
sekarat. Ia tidak bisa menghindar dari kematian. Kematian melumpuhkan daya
orang-orang yang amat cerdik, menguras habis tenaga orang-orang kuat,
meluluhlantakkan bangunan si kaya.
Saat sakaratul maut menjelang
sang tokoh itu, anaknya, Abdullah, yang ahli zuhud dan ahli ibadah, berbisik
kepadanya, “Ayah, gambarkanlah kematian itu kepadaku. Tentu ayah orang yang
paling jujur dalam menggambarkannya”, ujar Abdullah.“Anakku “, ucap Amr ibn
Ash. “Demi Allah, rasanya gunung-gunung seperti diimpitkan ke atas dadaku. Aku
seakan bernapas melalui lubang jarum”, jawab Amr ibn Ash.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa
Umar ra, pernah berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Coba beri aku gambaran tentang
kematian”, ujarnya. “Amirul Mukminin, perumpaan kematian itu tidak lain seperti
orang yang dipukul dengan ranting kayu bidara atau kayu thalh (pohon akasia)
yang berduri. Kematian ranting tersebut ditarik, bersamaan dengan itu setiap
pembuluh darah dibadan pun ikut tertarik”, tambahnya.Allah Ta’ala berfirman :
“Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah)
ketika (nyawa) telah sampai dikerongkongan, dan kamu ketika itu melihat, dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat, maka
mengapa jika kamu memang tidak dikuasasi (oleh Allah), kamu tidak
mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar”. (QS :
Al-Waqi’ah 56: 83-87)
Kemudian, Allah Ta'ala :
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa,
tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal”.
(QS : Ar-Rahman 55: 26-27)
Hasan al-Basri menasihati
anak-anak dan murid-muridnya, “Kematian mengeruhkan kehidupan dunia, sehingga
tidak menyisakan secuilpun kegembiraan pada mereka yang punya hati”, cetusnya.
“Para pembesuk datang menjenguk orang yang sakit, tetapi mati itu dialami oleh
orang yang membesuk dan yang dibesuk”, tambahnya.[Era Muslim, Aidh
Al-QarniMenghadapi
Detik-Detik Terakhir Kehidupan, Senin, 18/10/2010 13:12 WIB]
Ketika kematian terjadi bukanlah akhir
dari semua cerita dari kehidupan manusia bahkan itu merupakan awal dari proses
kehidupan selanjutnya. Tempat yang disebut dengan alam barzakh adalah tempat
penantian yang hingga ratusan tahun atau bahkan milyaran tahun menanti saat datangnya
kiamat.
Dua alam ciptaan Allah, alam
dunia dan alam akhirat, mutlak berbeda dalam karakteristik dan esensi
wujudnya.Walaupun begitu setiap manusia pasti memasuki dan bergumul di
dalamnya.Tak seorang pun dapat menghindar dari keberadaan di dalam alam dunia
dan alam akhirat.
Oleh karena kedua alam, baik
secara realitas sejatinya ataupun karakteristiknya berbeda, setiap manusia
diberikan potensi untuk dapat menyempurnakan eksistensi dirinya di dalam kedua
alam tersebut sehingga dapat meraih puncak kesempurnaannya. Meskipun pada
kenyataannya sebagian besar manusia justru mengalami kegagalan sebelum
merealisasikan kesempurnaannya secara utuh..
Alam dunia, dengan segala
watak dan karakteristiknya, adalah sebuah perjalanan sedangkan alam akhirat
adalah persinggahan terakhir kita, kampung halaman, dan rumah kita yang abadi.
Oleh karena itu meskipun kita
dilahirkan di dunia, dan dunia menjadi tempat tinggal kita sekarang ini, namun
realitas sejatinya, setidak-tidaknya secara spiritual, sedang berjalan jauh menuju
tempat kembali hakiki kita, alam keabadian, alam akhirat. Di sanalah kita akan
dihadapkan kepada berbagai peristiwa eskatologis yang belum pernah kita jumpai
selama hayat kita.
Di tempat kembali itu
masing-masing individu benar-benar akan merasakan sebagai makhluk moral yang
harus mempertanggungjawabkan seluruh sepak terjang kita selama di dunia.
Di sana pula akan terbukti
jati diri kita yang sebenarnya, menjadi individu yang sejatinya terhormat
mencapai kebaikan tertinggi atau bahkan menjadi hina dina terjerembab ke dalam
lumpur keburukan.[Era Muslim. Ustadz Abu Ridha,Antara Nafsu Dunia dan Kemuliaan Akhirat,Rabu,
30/06/2010 13:40 WIB].
Hidup di dunia hanya sementarasebatas usia manusia, begitu
juga dalam alam barzakh tidaklah lama, sebentar sekali sembari menanti
datangnya kiamat yang diawali dari yaumul ba’ts yaitu hari berbangkit, ketika
itu manusia akan dibangkitkan dari alam kuburnya, hal itu mudah sekali bagi
Allah karena Dialah Raja DiRaja di alam raya ini;
Hadis riwayat
Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda: Allah Taala melipat langit-langit pada hari kiamat, kemudian
menggenggam langit-langit itu dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: Akulah
Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas?Manakah orang-orang yang
sombong? Kemudian Dia melipat bumi dengan tangan kiri-Nya, lalu berfirman:
Akulah Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas?Manakah
orang-orang yang sombong? (Shahih Muslim)
Hadis
riwayat Sahal bin Saad ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat, manusia dikumpulkan di
tengah padang berwarna putih agak kemerahan seperti roti panggang di mana tidak
ada bangunan tempat tinggal bagi seorang pun. (Shahih Muslim No.4998)
Ya Al Mu;id, Engkaulah Yang
Mengembalikan Kehidupan, dari mati menjadi hidup untuk sekian waktu, kemudian
mati lagi dan hidup lagi sekian waktu yang Engkau Kehendaki, kemudian Engkau
Mengembalikan Kehidupan ini kepada kehidupan yang abadi yaitu di akherat.
Dengan ridha-Mu ya Allah, jadikanlah hamba ini orang yang mampu melalui kehidupan
ini dengan baik sehingga dikala dihidupkan kembali juga dalam keadaan baik.
Ya Allah, Al Mu’id,
ampunilah hamba-Mu ini, yang bergelimang dosa, kesalahan dan maksiat sehingga
rasanya di hadapan manusia saja hamba merasa malu dan rishi karena kesalahan
dan dosa yang meliputi diri ini, apalagi di hadapan-Mu ya Allah, dengan
rahmat-Mu hamba berharap Engkau mengampuni dosa dan kesalahan hamba, tanpa itu
maka celakalah perjalanan kehidupan yang hamba lalui. Wallahu a’lam [Cubadak
Solok, 16 Jumadil Awal 1432.H/ 20 April 2011.M, Jam 20;50].
Referensi;
1.Kuliah
Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al
Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Era
Muslim. Ustadz Abu Ridha,
2010
5.Era Muslim, Aidh Al-Qarni, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar