Minggu, 14 Juni 2015

65. Al Mu'id, Maha Mengembalikan Kehidupan




AL MU’ID
[ Maha Mengembalikan Kehidupan]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS


Firman Allah dalam hadits qudsi ;”Aku adalah gudang yang tersembunyi, maka Aku suka agar Aku dikenal, lalu Aku ciptakan makhluk supaya ia mengenalku Aku”
Dalam surat Yunus 10;3 Allah menyatakan firman-Nya;
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”

Jadi jelaslah yang mengatur semua kejadian alam, makhluk, manusia, binatang, matahari, bulan dan bintang, hidup dan mati adalah Allah Swt  [Al Baqarah 2;255]
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
               
Allah yang menciptakan kehidupan dan Dia pula yang mengembalikan kehidupan itu setelah mengalami proses kematian, hal itu mudah bagi Allah karena Dia dengan sifat mulia-Nya Al Mu’id, Yang Mengembalikan Kehidupan;
”Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. [QS.Yunus  10;4]

            Dengan gamblang Allah menerangkan asal kejadian manusia sejak dari alam ruh hingga berakhirnya kehidupan seseorang. Panjangnya perjalanan hidup  manusia sepanjang proses kehidupan yang akan dilaluinya, pada awalnya manusia berada di alam ruh, kemudian proses kejadian sebagai janin berada di alam Rahim, yang kemudian dilahirkan ke dunia dengan segala ujian kehidupan yang harus dijalani, kelak setelah itu dia pasti diwafatkan yang fisiknya dimakamkan dalam tanah sedangkan ruhnya kembali kepada Allah di alam barzakh;
”Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al Mukminun 23;14-16]

Allah dengan sifat-Nya, Al Mu’id, Yang Mengembalikan Kehidupan, berkuasa menentukan kapan  terjadinya kiamat itu dan kejadian membangkitkan manusia dari alam kuburnya walaupun sudah terkubur sekian abad lamanya, sulit bagi ilmu manusia untuk mengidentifikasi tubuh masing-masing bahkan mungkin ada yang sudah menjadi benda-benda tertentu yang kita pakai, tapi bagi Allah mudah saja untuk membangkitkan, sebagai perumpamaan dikisahkan oleh Nabi Ibrahim As, Hal itu diungkapkan Allah dalam surat Al Baqarah 2;260
“dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Setelah diberi kesempatan  menghirup udara segar di dunia untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan suka dan duka, menjalani bahagia dan sengsara, sedih dan tawa hingga berkah dan bencana, paling lama akan dihadapi seratus tahun hidup di dunia ini, yang akhirnya kematian akan menjemputnya.
Di dunia ini, menurut al-Ghazali, tak ada yang pasti, kecuali kematian.Hanya kematian yang pasti, lainnya tak ada yang pasti. Namun, manusia tak pernah siap menghadapi maut dan cenderung lari darinya;
"Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu." (QS Al-Jumu'ah [62]: 8).
Bagi al-Ghazali, kematian tidak bermakna tiadanya hidup (nafi al-hayah), tetapi perubahan keadaan (taghayyur hal).Dengan kematian, hidup bukan tidak ada, melainkan bertransformasi dalam bentuknya yang lebih sempurna.Diakui, banyak orang semasa hidup mereka tertidur (tak memiliki kesadaran), tetapi justru setelah kematian, meraka bangun (hidup). "Al-Nas niyam, fa idza matu intabihu," demikian kata Imam Ali
Salah satu makna kematian itu diambil dari kata al-ruju' (raji').Kata ini dalam bentuk subjek diulang sebanyak empat kali, dan mengandung makna kembali atau pulang.Kematian berarti perjalanan pulang atau kembali kepada asal, yaitu Allah SWT. Karena itu, kalau ada berita kematian, kita baiknya membaca istirja', Inna Lillah wa Inna Ilaihi Raji'un  (QS Al-Baqarah  2: 156).
Sesungguhnya, kematian itu sama dengan mudik, yaitu perjalanan pulang ke kampung kita yang sebenarnya, yaitu negeri akhirat. Mudik itu menyenangkan. Dengan satu syarat, yakni membawa bekal yang cukup, berupa iman dan amal saleh
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS Al-Kahfi [18]: 110). [Dr A Ilyas Ismail, Ingatlah Saat Kematian Mu!, Republika.co.id.Kamis, 11 November 2010, 10:53 WIB].
Bersiap-siaplah menghadapi detik-detik kematian, yang pasti tiba.Setiap kita pasti mati. Setiap kita pasti akan mengalami sekarat. Kita pasti akan menemui kematian itu. Semua orang – baik raja maupun hamba sahaya, atasan maupun bawahan, kaya ataupun miskin – telah merasakannya.Semua bangsa telah merasakan pendihnya kematian.
Amr Ibn Ash, yang dijuluki ‘Urthubun’ (orang yang amat cerdik) karena begitu cerdiknya, tengah mengalami sekarat. Ia tidak bisa menghindar dari kematian. Kematian melumpuhkan daya orang-orang yang amat cerdik, menguras habis tenaga orang-orang kuat, meluluhlantakkan bangunan si kaya.
Saat sakaratul maut menjelang sang tokoh itu, anaknya, Abdullah, yang ahli zuhud dan ahli ibadah, berbisik kepadanya, “Ayah, gambarkanlah kematian itu kepadaku. Tentu ayah orang yang paling jujur dalam menggambarkannya”, ujar Abdullah.“Anakku “, ucap Amr ibn Ash. “Demi Allah, rasanya gunung-gunung seperti diimpitkan ke atas dadaku. Aku seakan bernapas melalui lubang jarum”, jawab Amr ibn Ash.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa Umar ra, pernah berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Coba beri aku gambaran tentang kematian”, ujarnya. “Amirul Mukminin, perumpaan kematian itu tidak lain seperti orang yang dipukul dengan ranting kayu bidara atau kayu thalh (pohon akasia) yang berduri. Kematian ranting tersebut ditarik, bersamaan dengan itu setiap pembuluh darah dibadan pun ikut tertarik”, tambahnya.Allah Ta’ala berfirman :
 “Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai dikerongkongan, dan kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasasi (oleh Allah), kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar”. (QS : Al-Waqi’ah 56: 83-87)
Kemudian, Allah Ta'ala :
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal”. (QS : Ar-Rahman 55: 26-27)
Hasan al-Basri menasihati anak-anak dan murid-muridnya, “Kematian mengeruhkan kehidupan dunia, sehingga tidak menyisakan secuilpun kegembiraan pada mereka yang punya hati”, cetusnya. “Para pembesuk datang menjenguk orang yang sakit, tetapi mati itu dialami oleh orang yang membesuk dan yang dibesuk”, tambahnya.[Era Muslim, Aidh Al-QarniMenghadapi Detik-Detik Terakhir Kehidupan, Senin, 18/10/2010 13:12 WIB]
Ketika kematian terjadi bukanlah akhir dari semua cerita dari kehidupan manusia bahkan itu merupakan awal dari proses kehidupan selanjutnya. Tempat yang disebut dengan alam barzakh adalah tempat penantian yang hingga ratusan tahun atau bahkan milyaran tahun menanti saat datangnya kiamat.
Dua alam ciptaan Allah, alam dunia dan alam akhirat, mutlak berbeda dalam karakteristik dan esensi wujudnya.Walaupun begitu setiap manusia pasti memasuki dan bergumul di dalamnya.Tak seorang pun dapat menghindar dari keberadaan di dalam alam dunia dan alam akhirat.
Oleh karena kedua alam, baik secara realitas sejatinya ataupun karakteristiknya berbeda, setiap manusia diberikan potensi untuk dapat menyempurnakan eksistensi dirinya di dalam kedua alam tersebut sehingga dapat meraih puncak kesempurnaannya. Meskipun pada kenyataannya sebagian besar manusia justru mengalami kegagalan sebelum merealisasikan kesempurnaannya secara utuh..
Alam dunia, dengan segala watak dan karakteristiknya, adalah sebuah perjalanan sedangkan alam akhirat adalah persinggahan terakhir kita, kampung halaman, dan rumah kita yang abadi.
Oleh karena itu meskipun kita dilahirkan di dunia, dan dunia menjadi tempat tinggal kita sekarang ini, namun realitas sejatinya, setidak-tidaknya secara spiritual, sedang berjalan jauh menuju tempat kembali hakiki kita, alam keabadian, alam akhirat. Di sanalah kita akan dihadapkan kepada berbagai peristiwa eskatologis yang belum pernah kita jumpai selama hayat kita.
Di tempat kembali itu masing-masing individu benar-benar akan merasakan sebagai makhluk moral yang harus mempertanggungjawabkan seluruh sepak terjang kita selama di dunia.
Di sana pula akan terbukti jati diri kita yang sebenarnya, menjadi individu yang sejatinya terhormat mencapai kebaikan tertinggi atau bahkan menjadi hina dina terjerembab ke dalam lumpur keburukan.[Era Muslim. Ustadz Abu Ridha,Antara Nafsu Dunia dan Kemuliaan Akhirat,Rabu, 30/06/2010 13:40 WIB].
Hidup di dunia hanya sementarasebatas usia manusia, begitu juga dalam alam barzakh tidaklah lama, sebentar sekali sembari menanti datangnya kiamat yang diawali dari yaumul ba’ts yaitu hari berbangkit, ketika itu manusia akan dibangkitkan dari alam kuburnya, hal itu mudah sekali bagi Allah karena Dialah Raja DiRaja di alam raya ini;
Hadis riwayat Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda: Allah Taala melipat langit-langit pada hari kiamat, kemudian menggenggam langit-langit itu dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: Akulah Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas?Manakah orang-orang yang sombong? Kemudian Dia melipat bumi dengan tangan kiri-Nya, lalu berfirman: Akulah Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas?Manakah orang-orang yang sombong? (Shahih Muslim)

Hadis riwayat Sahal bin Saad ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat, manusia dikumpulkan di tengah padang berwarna putih agak kemerahan seperti roti panggang di mana tidak ada bangunan tempat tinggal bagi seorang pun. (Shahih Muslim No.4998)
Ya Al Mu;id, Engkaulah Yang Mengembalikan Kehidupan, dari mati menjadi hidup untuk sekian waktu, kemudian mati lagi dan hidup lagi sekian waktu yang Engkau Kehendaki, kemudian Engkau Mengembalikan Kehidupan ini kepada kehidupan yang abadi yaitu di akherat. Dengan ridha-Mu ya Allah, jadikanlah hamba ini orang yang mampu melalui kehidupan ini dengan baik sehingga dikala dihidupkan kembali juga dalam keadaan baik.
Ya Allah, Al Mu’id, ampunilah hamba-Mu ini, yang bergelimang dosa, kesalahan dan maksiat sehingga rasanya di hadapan manusia saja hamba merasa malu dan rishi karena kesalahan dan dosa yang meliputi diri ini, apalagi di hadapan-Mu ya Allah, dengan rahmat-Mu hamba berharap Engkau mengampuni dosa dan kesalahan hamba, tanpa itu maka celakalah perjalanan kehidupan yang hamba lalui. Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 16 Jumadil Awal 1432.H/ 20 April 2011.M, Jam 20;50].

Referensi;
1.Kuliah Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.Era Muslim. Ustadz Abu Ridha, 2010
5.Era Muslim, Aidh Al-Qarni, 2010
6.Republika.co.id,Dr A Ilyas Ismail, 2010





Tidak ada komentar:

Posting Komentar