Kamis, 11 Juni 2015

77. Asy Syakuur, Yang Berterima Kasih








ASY SYAKUUR
[ Yang Berterima Kasih]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS


            Seluruh isi langit dan bumi ini kepunyaan Allah, tak satupun makhluk yang menguasainya bahkan makhluk itu sendiri Allah yang menentukan hidup dan matinya, yang menghamparkan rezekinya, yang membalas kebaikan yang dilakukannya, tapi setiap kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya, Allah selalu mensyukurinya, Allah memberikan pujian dengan ucapan “terima kasih”, dengan sifat dan nama-Nya Asy Syakuur, Allah menaburkan rasa syukur-Nya kepada sang hamba yang mau dan mampu untuk menunaikan kebajikan walaupun sebesar zarrah, apalagi mampu untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Mekkah Al Mukarramah;
”Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui” [Al Baqarah 2;158].

Allah saja demikian rasa syukur-Nya kepada hamba yang berbuat kebaikan, apatah lagi kebaikan itu dari Allah tentu rasa syukur hamba seharusnya lebih dari itu, bahkan rasa syukur itu juga dialamatkan kepada manusia lainnya yang sudah berbuat kepadanya dengan istilah ”terima kasih”. Apalagi fasilitas hidup diberikan Allah kepadanya dengan harta dan kekayaan yang banyak, tentu tidak akan merubah komitmen awal yaitu bersyukur dengan segalanya dan jangan sebaliknya menjadi kufur nikmat karena harta yang melimpah itu.

Harta merupakan salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dikaruniakan kepada umat manusia. Keindahannya demikian memesona.Pernak-perniknya pun teramat menggoda. Ini mengingatkan kita akan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Al-Jannah).” (Ali ‘Imran 3: 14)

Lebih dari itu, harta adalah sebuah realita yang melingkupi kehidupan umat manusia.‘Sejarah’-nya yang tua, senantiasa eksis mengawal peradaban umat manusia di setiap generasi dan masa.Jati dirinya yang berbasis fitnah, telah banyak melahirkan berbagai gonjang-ganjing kehidupan. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, tatkala Dia mengingatkan para hamba-Nya akan realita tersebut. Sebagaimana dalam firman-Nya:

“Ketahuilah, sesungguhnya harta dan anak-anak kalian itu (sebagai) fitnah, dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfaal 8: 28)

Jauh-jauh hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mewanti-wanti umatnya dari gemerlapnya harta dengan segala fitnahnya yang menghempaskan. Sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:“Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malam. (Disebabkan fitnah tersebut) di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir, di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir.Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)


Ketertarikan Hati Manusia Terhadap Harta. Manusia sendiri merupakan makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul). Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam mensifatinya, sebagaimana dalam firman-Nya:“Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)

Sontak, tatkala harta menghampiri, ketertarikan hati pun tak bisa dimungkiri lagi.Mereka benar-benar amat mencintainya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20]
Bahkan, saking cintanya terhadap harta akhirnya ia menjadi bakhil. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil dikarenakan kecintaannya yang sangat kuat kepada harta.” (Al-‘Adiyat: 8)


Jika demikian kondisinya, maka tak mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan menumpuknya. Sungguh benar apa yang disabdakan dan diperingatkan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam:“Kalaulah anak Adam (manusia) telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya masih berambisi untuk mendapatkan yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang kubur) tidak lain yang memenuhi perutnya adalah tanah, dan Allah Maha Mengampuni orang-orang yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari, dari shahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma)

Ketika hati anak manusia amat cinta kepada harta bahkan berambisi untuk mengumpulkan dan menumpuknya, maka sudah barang tentu harta tersebut dapat melalaikannya dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dzikrullah). Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya telah memberitakan hal ini, sebagaimana dalam firman-Nya:“Telah melalaikan kalian perbuatan berbanyak-banyakan. Hingga kalian masuk ke liang kubur.” (At-Takatsur: 1-2)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Telah melalaikan kalian (dari ketaatan, pen.) perbuatan berbanyak-banyakan dalam hal harta dan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir)Maka dari itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala memperingatkan orang-orang yang beriman dengan firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian (dapat) memalingkan kalian dari dzikrullah.Barangsiapa berbuat demikian maka merekalah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9]

Harta Dapat Menjadikan Seseorang Sombong
Kondisi serba berkecukupan alias kaya harta tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas, dan sombong serta tidak bersyukur kepada Allah.[Harta, Antara Nikmat dan Fitnah,Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc, Asy Syari’ah.com, Pakdenono, Senin, 26 Februari 2007 - 01:24:25]
''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'.'' (QS Ibrahim [14]: 7).

Sudah seharusnya kita sebagai hamba bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita.Mulai dalam kandungan ibu sampai menjadi manusia yang bisa berpikir hingga kembali pada-Nya adalah nikmat Allah yang tidak terhingga.Mulai dari kesenangan hidup, rezeki, dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.Akankah kita mengingkari, menentang, melanggar, dan tidak mau mengabdikan diri kepada-Nya?Dari ayat di atas, kita dapat menarik hikmah bahwa bersyukur adalah sebuah jalan untuk mencari keridhaan-Nya.Sebaliknya, bila manusia mengingkari nikmat-Nya, bersiaplah menerima azab yang sangat pedih.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan Allah.Kita mesti bersyukur saat memperoleh kesenangan dan bersabar saat tertimpa musibah.Rasulullah SAW bersabda, ''Perkara orang Mukmin itu mengagumkan.Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.'' (HR Muslim)
.           Sesungguhnya, nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita sangat banyak jumlahnya dan tak terhingga. Semua yang diberikan itu, sekiranya  suatu saat Allah menagihnya, kita tidak akan sanggup untuk membayarnya. Sebab, nikmat itu diberikannya setiap saat dan tak pernah berhenti, mulai dari bangun tidur hingga kita tertidur lagi. Alangkah pengasih dan penyayangnya Allah kepada kita, umat manusia.Allah SWT berfirman, ;
''Dan, Dia telah memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).'' (QS Ibrahim [14]: 34).
Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk bersyukur kepada manusia.Karena, syukur kepada manusia merupakan salah satu bentuk tanda syukur kepada Allah SWT.''Siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah.''Abu Isa berkata, ''Ini adalah hadis hasan sahih.'' (HR Tirmidzi).
Dengan memperbanyak syukur, manusia akan menyadari segala kelemahan dan kekurangannya di hadapan Allah. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur.[Mukhyar Imran Lc, Tanda-tanda Mensyukuri Nikmat Allah, Ahad, 12 September 2010, 08:01 WIB,Nunu/Republika]
            Sesuai dengan janji Allah, bila nikmat yang diberikan tidak disyukuri maka akan diberikan kepadanya azab yang  pedih sebagai balasan atas kekufuran;
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat,” (QS an-Nahl 16: 112)
Para mufassirin seperti Aisyah ra menafsirkan, yang dimaksudkan ayat ini adalah Makkah dan penduduknya yang semula dalam kondisi aman tentram, rezeki datang kepada mereka dengan mudah. Dan ketika mereka kufur kepada Nabi Muhamad saw dan menentangnya, Allah menghukum mereka dengan paceklik selama bertahun-tahun sehingga mereka memakan bangkai.
Ayat ini sebagai pelajaran bagi yang berpaling dari ayat Allah dan kufur terhadap nikmat-Nya sehingga ditimpa kehancuran dalam berbagai sisi kehidupan. Seperti yang Allah katakana;
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman,"  (QS Ibrahim 14: 28-29).
Sunnatullah akan adanya azab bagi yang kufur dan tidak mensyukuri nikmat Allah dapat menimpa pribadi dan masyarakat. Demikian negeri kita Indonesia, tatkala ditegakkan syariat dan akidah Islam pada awal munculnya pemerintahan di tanah air, kebaikan dan ketentraman dirasakan oleh semua.Kemudian tatkala meninggalkan Islam, berbagai macam siksaan dan bencana Allah telah ditimpakan terhadap bangsa ini, baik siksaan fisik maupun non-fisik. 
Siksaan sering dimulai dengan istidraj, dengan diberikan berbagai macam kesuksesan dunia, ekonomi, sosial, maupun politik.Kemudian Allah siksa dengan berbagai penyakit atau bencana yang menghilangkan segala kenikmatan hidup secara tiba-tiba.Berapa banyak yang tiba-tiba disiksa oleh Allah ketika berada di puncak kesuksesan, berapa banyak orang kehilangan kebahagiaan dan ketenangannya padahal sebab-sebab materi ada di tangannya.Dan siksaan yang lebih berat manakala orang dijadikan melihat baik perbuatan buruknya, dikunci mata, hati, dan telinganya dari kebenaran. Allah berfirman,;
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah?”  (QS al-Jatsiyah 45: 23).

Musibah dan bencana yang ditimpakan kepada orang yang tidak bersyukur ada dua macam; siksaan fisik dan non-fisik.Siksaan non-fisik berupa tercerabutnya iman dalam hati sehingga tidak merasakan kelezatan iman dan ibadah, dan dirasukinya cinta dunia serta dijadikan budak hawa nafsu.Nabi bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba perak, celaka dan tersungkur.Kalau kena duri tidak dapat melepasnya (kalau mendapatkan musibah tidak bisa melepaskan diri darinya),” (HR Bukhari).[DR M Mu’inudinillah Basri MA, Azab Bagi Yang Tak Bersyukur Majalah Sabili No 09/TH XVIII].
Asy Syakuur, Allah Yang Bersyukur, begitu banyaknya nikmat yang sudah Engkau berikan kepada kami secara pribadi, masyarakat dan berbangsa dan bernegara, tapi nikmat itu hancur kembali bersama siksa dan azab yang Kau timpakan kepada kami karena kami tidak termasuk orang-orang yang bersyukur. Dengan bantuan-Mu ya Allah mudahkanlah kami untuk berterima kasih atas kebaikan yang diberikan orang kepada kami, dan selalulah hendaknya kami bersyukur kepada-Mu karena semua nikmat ini dari-Mu.
Ya Allah, Asy Syakuur, kami membutuhkan fasilitas hidup berupa harta dan kekayaan, tapi kami tidak menyadari bahwa semua itu adalah ujian dari-Mu, kami lalai dengan nikmat itu,sehingga kami pergunakan bukan pada jalan yang benar, bimbinglah hamba ini ya Allah untuk mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau curahkan agar hidup hamba selamat hingga di akherat, tanpa bimbingan-Mu maka termasuklah hamba ini orang-orang yang zhalim, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 21 Jumadil Awal 1432.H/ 25 April 2011.M, Jam 21;18].

Referensi;
1.Kuliah Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.DR M Mu’inudinillah Basri MA, Majalah Sabili No 09/TH XVIII-2011.
5.Mukhyar Imran Lc, Republika, 2010
6.Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc, Asy Syari’ah.com, Pakdenono, 2007




Tidak ada komentar:

Posting Komentar