ASY SYAKUUR
[ Yang Berterima Kasih]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS
Seluruh
isi langit dan bumi ini kepunyaan Allah, tak satupun makhluk yang menguasainya
bahkan makhluk itu sendiri Allah yang menentukan hidup dan matinya, yang
menghamparkan rezekinya, yang membalas kebaikan yang dilakukannya, tapi setiap
kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya, Allah selalu mensyukurinya, Allah
memberikan pujian dengan ucapan “terima kasih”, dengan sifat dan nama-Nya Asy
Syakuur, Allah menaburkan rasa syukur-Nya kepada sang hamba yang mau dan mampu
untuk menunaikan kebajikan walaupun sebesar zarrah, apalagi mampu untuk
menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Mekkah Al Mukarramah;
”Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar
Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui” [Al Baqarah 2;158].
Allah saja demikian rasa syukur-Nya kepada hamba
yang berbuat kebaikan, apatah lagi kebaikan itu dari Allah tentu rasa syukur
hamba seharusnya lebih dari itu, bahkan rasa syukur itu juga dialamatkan kepada
manusia lainnya yang sudah berbuat kepadanya dengan istilah ”terima kasih”.
Apalagi fasilitas hidup diberikan Allah kepadanya dengan harta dan kekayaan
yang banyak, tentu tidak akan merubah komitmen awal yaitu bersyukur dengan
segalanya dan jangan sebaliknya menjadi kufur nikmat karena harta yang melimpah
itu.
Harta merupakan salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
dikaruniakan kepada umat manusia. Keindahannya demikian
memesona.Pernak-perniknya pun teramat menggoda. Ini mengingatkan kita akan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini
(syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(Al-Jannah).” (Ali ‘Imran 3: 14)
Lebih dari itu, harta adalah sebuah realita yang melingkupi kehidupan umat manusia.‘Sejarah’-nya yang tua, senantiasa eksis mengawal peradaban umat manusia di setiap generasi dan masa.Jati dirinya yang berbasis fitnah, telah banyak melahirkan berbagai gonjang-ganjing kehidupan. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, tatkala Dia mengingatkan para hamba-Nya akan realita tersebut. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya harta dan
anak-anak kalian itu (sebagai) fitnah, dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar.” (Al-Anfaal 8: 28)
Jauh-jauh hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mewanti-wanti umatnya dari gemerlapnya harta dengan segala fitnahnya yang menghempaskan. Sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam:“Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malam. (Disebabkan fitnah tersebut) di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir, di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir.Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Ketertarikan Hati Manusia Terhadap Harta. Manusia sendiri merupakan makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul). Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam mensifatinya, sebagaimana dalam firman-Nya:“Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)
Sontak, tatkala harta menghampiri, ketertarikan hati pun tak bisa dimungkiri lagi.Mereka benar-benar amat mencintainya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20]
Bahkan, saking cintanya terhadap harta akhirnya ia menjadi bakhil. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil dikarenakan kecintaannya yang sangat kuat kepada harta.” (Al-‘Adiyat: 8)
Jika demikian
kondisinya, maka tak mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi
mengumpulkan dan menumpuknya. Sungguh benar apa yang disabdakan dan
diperingatkan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam:“Kalaulah anak Adam (manusia)
telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya masih berambisi untuk mendapatkan
yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang kubur) tidak lain yang memenuhi
perutnya adalah tanah, dan Allah Maha Mengampuni orang-orang yang bertaubat.”
(HR. Al-Bukhari, dari shahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma)
Ketika hati anak manusia amat cinta kepada harta bahkan berambisi untuk mengumpulkan dan menumpuknya, maka sudah barang tentu harta tersebut dapat melalaikannya dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dzikrullah). Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya telah memberitakan hal ini, sebagaimana dalam firman-Nya:“Telah melalaikan kalian perbuatan berbanyak-banyakan. Hingga kalian masuk ke liang kubur.” (At-Takatsur: 1-2)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Telah melalaikan kalian (dari ketaatan, pen.) perbuatan berbanyak-banyakan dalam hal harta dan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir)Maka dari itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala memperingatkan orang-orang yang beriman dengan firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian (dapat) memalingkan kalian dari dzikrullah.Barangsiapa berbuat demikian maka merekalah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9]
Harta Dapat Menjadikan Seseorang Sombong
Kondisi serba berkecukupan alias kaya harta tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas, dan sombong serta tidak bersyukur kepada Allah.[Harta, Antara Nikmat dan Fitnah,Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc, Asy Syari’ah.com, Pakdenono, Senin, 26 Februari 2007 - 01:24:25]
''Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'.'' (QS Ibrahim [14]: 7).
Sudah seharusnya kita sebagai hamba bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita.Mulai dalam kandungan ibu sampai menjadi manusia yang bisa berpikir hingga kembali pada-Nya adalah nikmat Allah yang tidak terhingga.Mulai dari kesenangan hidup, rezeki, dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.Akankah kita mengingkari, menentang, melanggar, dan tidak mau mengabdikan diri kepada-Nya?Dari ayat di atas, kita dapat menarik hikmah bahwa bersyukur adalah sebuah jalan untuk mencari keridhaan-Nya.Sebaliknya, bila manusia mengingkari nikmat-Nya, bersiaplah menerima azab yang sangat pedih.
Sudah seharusnya kita sebagai hamba bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita.Mulai dalam kandungan ibu sampai menjadi manusia yang bisa berpikir hingga kembali pada-Nya adalah nikmat Allah yang tidak terhingga.Mulai dari kesenangan hidup, rezeki, dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.Akankah kita mengingkari, menentang, melanggar, dan tidak mau mengabdikan diri kepada-Nya?Dari ayat di atas, kita dapat menarik hikmah bahwa bersyukur adalah sebuah jalan untuk mencari keridhaan-Nya.Sebaliknya, bila manusia mengingkari nikmat-Nya, bersiaplah menerima azab yang sangat pedih.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa
bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan Allah.Kita mesti
bersyukur saat memperoleh kesenangan dan bersabar saat tertimpa
musibah.Rasulullah SAW bersabda, ''Perkara
orang Mukmin itu mengagumkan.Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak
dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia
bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan
sabar itu baik baginya.'' (HR Muslim)
. Sesungguhnya,
nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita sangat banyak jumlahnya dan tak
terhingga. Semua yang diberikan itu, sekiranya suatu saat Allah
menagihnya, kita tidak akan sanggup untuk membayarnya. Sebab, nikmat itu
diberikannya setiap saat dan tak pernah berhenti, mulai dari bangun tidur
hingga kita tertidur lagi. Alangkah pengasih dan penyayangnya Allah kepada
kita, umat manusia.Allah SWT berfirman, ;
''Dan, Dia telah
memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan,
jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.Sesungguhnya,
manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).'' (QS
Ibrahim [14]: 34).
Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk
bersyukur kepada manusia.Karena, syukur kepada manusia merupakan salah satu
bentuk tanda syukur kepada Allah SWT.''Siapa yang tidak pandai bersyukur
(berterima kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah.''Abu
Isa berkata, ''Ini adalah hadis hasan sahih.'' (HR Tirmidzi).
Dengan memperbanyak syukur, manusia akan
menyadari segala kelemahan dan kekurangannya di hadapan Allah. Semoga Allah
menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur.[Mukhyar Imran Lc, Tanda-tanda Mensyukuri Nikmat Allah, Ahad, 12 September 2010, 08:01 WIB,Nunu/Republika]
Sesuai
dengan janji Allah, bila nikmat yang diberikan tidak disyukuri maka akan
diberikan kepadanya azab yang pedih
sebagai balasan atas kekufuran;
“Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat,”
(QS an-Nahl 16: 112)
Para mufassirin seperti Aisyah ra
menafsirkan, yang dimaksudkan ayat ini adalah Makkah dan penduduknya yang
semula dalam kondisi aman tentram, rezeki datang kepada mereka dengan mudah.
Dan ketika mereka kufur kepada Nabi Muhamad saw dan menentangnya, Allah
menghukum mereka dengan paceklik selama bertahun-tahun sehingga mereka memakan
bangkai.
Ayat ini sebagai pelajaran bagi yang
berpaling dari ayat Allah dan kufur terhadap nikmat-Nya sehingga ditimpa
kehancuran dalam berbagai sisi kehidupan. Seperti yang Allah katakana;
"Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan
kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya;
dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman," (QS Ibrahim 14:
28-29).
Sunnatullah akan adanya azab bagi yang
kufur dan tidak mensyukuri nikmat Allah dapat menimpa pribadi dan masyarakat.
Demikian negeri kita Indonesia, tatkala ditegakkan syariat dan akidah Islam
pada awal munculnya pemerintahan di tanah air, kebaikan dan ketentraman
dirasakan oleh semua.Kemudian tatkala meninggalkan Islam, berbagai macam
siksaan dan bencana Allah telah ditimpakan terhadap bangsa ini, baik siksaan
fisik maupun non-fisik.
Siksaan sering dimulai dengan istidraj,
dengan diberikan berbagai macam kesuksesan dunia, ekonomi, sosial, maupun
politik.Kemudian Allah siksa dengan berbagai penyakit atau bencana yang
menghilangkan segala kenikmatan hidup secara tiba-tiba.Berapa banyak yang
tiba-tiba disiksa oleh Allah ketika berada di puncak kesuksesan, berapa banyak
orang kehilangan kebahagiaan dan ketenangannya padahal sebab-sebab materi ada
di tangannya.Dan siksaan yang lebih berat manakala orang dijadikan melihat baik
perbuatan buruknya, dikunci mata, hati, dan telinganya dari kebenaran. Allah
berfirman,;
“Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah?” (QS al-Jatsiyah 45: 23).
Musibah dan bencana yang ditimpakan kepada orang yang tidak bersyukur ada dua macam; siksaan fisik dan non-fisik.Siksaan non-fisik berupa tercerabutnya iman dalam hati sehingga tidak merasakan kelezatan iman dan ibadah, dan dirasukinya cinta dunia serta dijadikan budak hawa nafsu.Nabi bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba perak, celaka dan tersungkur.Kalau kena duri tidak dapat melepasnya (kalau mendapatkan musibah tidak bisa melepaskan diri darinya),” (HR Bukhari).[DR M Mu’inudinillah Basri MA, Azab Bagi Yang Tak Bersyukur Majalah Sabili No 09/TH XVIII].
Asy
Syakuur, Allah Yang Bersyukur, begitu banyaknya nikmat yang sudah Engkau
berikan kepada kami secara pribadi, masyarakat dan berbangsa dan bernegara,
tapi nikmat itu hancur kembali bersama siksa dan azab yang Kau timpakan kepada
kami karena kami tidak termasuk orang-orang yang bersyukur. Dengan bantuan-Mu
ya Allah mudahkanlah kami untuk berterima kasih atas kebaikan yang diberikan
orang kepada kami, dan selalulah hendaknya kami bersyukur kepada-Mu karena
semua nikmat ini dari-Mu.
Ya Allah, Asy Syakuur, kami membutuhkan
fasilitas hidup berupa harta dan kekayaan, tapi kami tidak menyadari bahwa
semua itu adalah ujian dari-Mu, kami lalai dengan nikmat itu,sehingga kami
pergunakan bukan pada jalan yang benar, bimbinglah hamba ini ya Allah untuk
mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau curahkan agar hidup hamba selamat
hingga di akherat, tanpa bimbingan-Mu maka termasuklah hamba ini orang-orang
yang zhalim, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 21 Jumadil Awal 1432.H/ 25 April
2011.M, Jam 21;18].
Referensi;
1.Kuliah
Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al
Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.DR M Mu’inudinillah Basri MA, Majalah
Sabili No 09/TH XVIII-2011.
5.Mukhyar Imran Lc, Republika, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar