Rabu, 10 Juni 2015

91. Al Mutakabbir, Yang Menunjukkan Kebesaran-Nya






AL MUTAKABBIR
[ Yang Menunjukkan Kebesaran-Nya]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS


            Allah Maha Besar yang kebesaran-Nya diakui oleh makhluk-Nya melalui ucapan takbir dan kepasrahan menghadapi kehidupan ini, dan Allah bersifat Al Mutakkabbir, Yang Menunjukkan Kebesaran-Nya, menampakkan Kesombongankepada hamba-Nya melalui kejadian-kejadian di alam raya ini, sejak dari penciptaan langit dan bumi, kejadian manusia dengan ketentuan di bawah kekuasaan-Nya;
”Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”[Al Hasyr 59;22]

                Dia tunjukkan kebesaran-Nya melalui firman-firman-Nya yang sarat dengan keagungan, keperkasaan, kesucian dan kemampuan-Nya memelihara makhluk-Nya, tidak ada yang dapat menandingi kebesaran-Nya hingga kapanpun, Dialah Tuhan seluruh hamba yang ada di langit dan di bumi.
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS al Hasy 59: 23)
Adakah yang lebih besar dari Dia?Jawabnnya, Maha Suci Allah yang tak ada ukuran mampu mengukur-Nya.Dia lebih besar dari yang paling besar.Dia lebih agung dari yang lebih agung.
Tak hanya nama dan sifat-Nya, tapi juga segalanya. Hanya Allah yang Maha Megah dan tak satupun kemegahan mampu menandinginya.Lihatlah gunung, betapa besarnya.Tapi yang mencipta gunung, jauh lebih besar ukurannya.Lihatlah ngarai, betapa luas dan dalam ukurannya.Tapi yang mengukir ngarai, jauh lebih luar biasa.Bahkan, lihatlah bumi seisinya, angkasa, bintang gemintang dan galaksi seluruh alam raya.Betapa luas tak terkira.Dan Allah yang mencipta itu semua. Al Mutakabbir, tak ada yang mampu menandingi kemegahan-Nya.
Lalu, manusia yang hina lagi lemah, mencoba mencuri selendang yang sedang dikenakan-Nya.Manusia yang tak mampu menahan kantuknya sendiri, mencoba sombong dengan kekayaan dan kemampuan kecil yang dimilikinya.Tidakkah mereka sadar, andai Allah mau, esok pagi mereka sudah pasti tak bernyawa.
Apakah kita tak malu.Kita masih meminta makan pada-Nya.Memohon rezeki dari-Nya.Berlindung dan berdoa kepada-Nya. Tapi dengan segala karunia yang kita terima, kita masih mampu menepuk dada dan berkata, “Apa jadinya kalau bukan karena saya.“
Tentu saja dalam diri manusia, ada keinginan untuk menjadi lebih besar dan berharga. Tapi kerap kali manusia melakukannya dengan cara yang salah. Mereka lupa tak ada yang lebih besar dari Allah azza wa jalla.
Sebutlah selalu, al Mutakabbir. Kecilkan diri di depan-Nya, maka Dia akan membesarkan kita. Hinakan diri di hadapan-Nya, maka Dia akan memuliakan kita. Lidah yang memuja dengan segenap jiwa akan mendapatkan balasan dari yang Maha Megah. Balasan yang tak akan terhitung dengan angka dan tak terkira oleh akal manusia. Cyber Sabili,Herry nurdi, Asma al Husna al Mutakabbir, Selasa, 25 Mei 2010 02:39].
Manusia adalah makhluk dhaif [lemah] yang diciptakan Allah Swt melalui proses panjang yang diawali dari terpancarnya sperma hingga bertemu dengan sel telur pada sebuah rahim seorang wanita, selama sembilan sepuluh hari maka   terujudlah sang junior melalui kelahiran lazimnya seorang manusia. Kehadirannya sangat lemah sekali, tidak berdaya, bahkan rawan oleh penyakit yang dapat mengakhiri ajalnya. Melalui seleksi alam, perawatan orangtuanya dan takdir Allah lambat laun perkembangannya sangat menentukan eksistensinya sebagai ciptaan yang paling bagus dibandingkan hamba Allah yang lain, sebagaimana yang  digambarkan dalam surat At Tin 95;4-5
            ”sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),”
            Bila manusia selama perjalanan hidupnya tetap sesuai dengan fithrah kejadian selaras kebaikan yang terimplementasikan melalui aktivitas sehari-hari, apalagi mampu meraih derajat mulia dengan prediket taqwa maka Allah dekat dengannya [49;13], posisinya masih layak ”ahsani taqwim” sebaik-baik kejadian. Apabila telah melanggar aturan Allah dengan kecongkakan dan keangkuhan maka posisinya jauh terlempar di dasar neraka jahanam ”asfala safilin”, sebagai ujud kebencian Allah kepada mereka bahkan dapat disebut dengan ”mukhtal fakhur” orang-orang yang angkuh, congkak, sombong atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain, baik kedudukan, keturunan, kebagusan bentuk dan lain-lain sebagainya.

            Orang yang demikian diberikan oleh Allah berbagai ancaman yang sangat mengerikan, salah satu bentuk kesombongan itu adalah enggan menyembah Allah atau malah sombong karena banyaknya ibadah yang dilakukan dalam  rangka mendekatkan diri kepada-Nya [Al Mukmin 40;60]
. ”Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."

            Rasulullah menyatakan dalam hadits qudsi,”Allah Ta’ala berfirman,”Kesombongan adalah selendang-Ku dan kebesaran adalah sarung-Ku, maka barangsiapa menyamai-Ku salah satu dari keduanya, maka pasti Ku lemparkan ia ke dalam jahanam dan tidak akan Ku perlihatkan lagi”[HR.Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah].

            Takabur atau angkuh dan sombong itu terbagi menjadi dua, yaitu yang dalam batin dan yang tampak lahir, yang batin ialah yang merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari anggota badan. Kelakuan – kelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu persatu. Bahaya sifat ini besar sekali sedang kerusakan yang diakibatkannyapun sangat luar biasa hebatnya. Bagaimanakah tidak akan besar bahayanya, sedangkan Rasululah Saw sendiri pernah bersabda,”Tidak dapat masuk syurga seseorang yang dalam hatinya terdapat seberat debu dari sifat ketakaburan”[HR.Muslim]

            Sifat takabur ini sampai dapat tabir atau penghalang antara seseorang yang memilikinya dengan syurga. Sebabnya tidak lain  ialah karena takabur itu pulalah yang merupakan batas pemisah antara seseorang dengan akhlak dan budi pekerti kaum mukmin seluruhnya. Akhlak serta budi pekerti yang baik adalah merupakan pintu-pintu syurga, sedangkan takabur itu sendiri yang menyebabkan tertutupnya pintu-pintu tersebut.
           
            Banyak hal yang menyebabkan seseorang takabut yaitu ilmu pengetahuan, amalan dan ibadat, keturunan atau silsilah, karena ganteng dan cantik, harta kekayaan, kekuatan dan ketangkasan tubuh, banyaknya pengikut, penolong, keluarga atau kerabat dan menutupi kekurangan serta kebodohan seseorang.

            Kalau sekiranya manusia menyadari eksistensinya sebagai hamba, segala kelebihan yang dimiliki semuanya itu dari Allah yang wajib disyukuri, maka tidaklah layak dia untuk sombong,angkuh dan takabur. Kesadaran inilah akhirnya menjadikannya seolah-olah lebih besar dari Tuhan yang menciptakannya [Abasa 80 ;17-22]
17. binasalah manusia; Alangkah Amat sangat kekafirannya?
18. dari Apakah Allah menciptakannya?
19. dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya.
20. kemudian Dia memudahkan jalannya.
21. kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,
22. kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.

            Perhatikanlah baik-baik isi ayat tersebut, Allah Ta’ala menunjukkan sejalas-jelasnya kepada kita tentang asal kejadian manusia, bagaimana keadaan waktu permulaannya, pertengahannya dan selanjutnya bagaimana pula akhir penghabisannya.

            Adapun permulaan manusia itu sama sekali tidak ada, tidak ada sebutan sesuatupun mengenai makhluk manusia itu. Bertahun-tahun manusia itu tetap tidak ada dan tidak disebut-sebut. Ini saja sudah cukup untuk disadari betapa rendahnya. Resapkanlah dalam hati, adakah sesuatu  benda yang lebih hina dari sesuatu yang asalnya tidak ada itu.

            Setelah itu Allah  berkenan untuk menciptakannya, yaitu dari suatu bahan yang amat kotor, menjijikkan bila dilihat, keluar dari tempat memalukan untuk menyebutnya. Lalu dari inilah Allah membuatnya menjadi segumpal darah, lalu dijadikan sekepal daging dan  akhirnya dijadikan tulang yang dibungkus pula dengan daging. Itulah keadaan manusia pada permulaan wujudnya. Jadi barulah ada sebutan manusia itu sesudah menempuh berbagai ragam evolusi dengan sifat-sifatnya yang tersendiri, hall ihwalnya yang tertentu yang semuanya itu menunjukkan kerendahan dan kehinaannya.

            Memang Allah menjadikan manusia itu tidaklah terus menjadi sempurna sejak permulaan,  tetapi sebagaimana kita maklumi pada pertama kalinya hanyalah berupa benda mati, tidak dapat mendengar, melihat, merasa, bergerak, berbicara, mengambil, berfikir, memeriksa dan lain-lain. Jadi sudah mati dulu sebelum hidupnya, lemah dulu  sebelum kuatnya, bodoh dulu sebelum pandainya, buta  dulu sebelum memperoleh petunjuk, miskin dulu sebelum kaya dan lemah dulu sebelum kuasanya [Imam Al Gazali,Bimbingan Menuju Akhlak Mukmin]

            Allah berfirman dalam surat An Nahl 16;22
            ”Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.”

            Tersesatnya syaitan atau iblis setelah beriman dan beribadah kepada Allah terletak pada sifat sombongnya yang luar biasa, walaupun senior, hidup telah lama dibandingkan Adam serta banyak ibadah yang dilakukan,akhirnya seluruh ibadah dan pengabdian selama ini sia-sia karena keangkuhan dan enggan untuk sujud memberi hormat kepada Adam. Rupanya Allah menilai seseorang bukan terletak kepada banyak atau sedikitnya ibadah, termasuk sampai dimana letak ketaatan yang tanpa reserve dapat diujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

            Kesesatan syaitan dan kutukan Allah kepadanya tidak berhenti demikian saja, tapi dia berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya, dengan jalan menanamkan sifat-sifat negatif kepada manusia diantaranya sombong, congkak dan takabur serta angkuh, penyakit ini semua adalah sarana untuk menyesatkan manusia dari rel keimanan, bila tidak berhati-hati, sifat ini dibudayakan atau dilestarikan maka akan tampillah pemimpin dan rakyat yang sulit diatur, arogansinya sebagai upaya untuk menutupi kelemahan dirinya
           
Namun demikian, orang-orang yang disebut mukhtal fakhur yaitu mereka yang sombong, congkak, takabur  dan merasa tinggi, tetap berharap karunia dari Allah dengan permohonan  panjang lagi kontinyu, akan tetapi dikala semua permintaan mereka itu berhasil cendrung berpaling, tidak bersyukur atas nikmat tersebut [Al Isra’ 17;83]
            ”Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.”

            Ingin jadi hamba yang dihargai oleh manusia di bumi serta dihormati oleh makhluk di langit, silahkan punya kelebihan dari orang lain dalam berbagai asfek kehidupan dengan syarat jadilah orang yang tawadhu, tinggikan diri dengan merendahkan hati, orang yang meninggikan dirinya [Sombong] maka dia akan direndahkan Allah, orang yang rendah hati [tawaddhu’ ] akan ditinggikan Allah.
Allah Yang Menunjukkan Kebesaran-Nya, Dialah Yang Agung, Dia Yang Sombong dan mengalahkan kesombongan para penguasa yang tidak beriman kepada-Nya sebagaimana Fir’aun, makhluk tidak pantas memiliki sifat ini karena sombong, takabbur, yang menunjukkan kebesaran, hanya milik Allah semata-mata, Rasulullah bersabda; “Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan.” (HR. Muslim)
Allah menyatakan tentang eksistensi-Nya “Keagungan adalah sarungKu dan kesombongan adalah pakaianKu.Barangsiapa merebutnya (dari Aku) maka Aku menyiksanya.“(HR. Muslim)
Banyak penguasa yang akhirnya mengalami nasib yang naas akibat memakai pakaian Allah yaitu pakaian sombong-Nya, seharusnya manusia, apapun jabatan  walaupun sebagai raja maka dia tetap manusia, sedangkan Yang Maha Raja, Yang Mempunyai kekuasaan adalah Allah. Sedangkan hal kecil saja yang dilakukan manusia dalam kehidupannya, ada unsur sombong, membanggakan dan membesarkan dirinya maka hal itu sudah merebut kekuasaan Allah,  “Selagi orang berjalan dan merasa bangga dengan tutup kepala dan kedua baju rangkapnya maka tiba-tiba dia dibenamkan ke dalam tanah lalu dia bergelimang di dalam tanah sampai hari kiamat” (HR. Muslim)“Barangsiapa membanggakan dirinya sendiri dan berjalan dengan angkuh maka dia akan menghadap Allah dan Allah murka kepadanya.” (HR. Ahmad).
Sifat dan sikap sombong terjadi karena beberapa pengaruh diantaranya adalah pengaruh mengikuti hawa nafsu dan pengaruh mengikuti keinginan ego, bila ini ada pada seorang mukmin maka dia akan diperkuda oleh kesombongannya, tentu tidak dibenarkan dalam aqidah islamiyyah, itulah makanya kita harus menundukkan hawa ha
nafsu dan menekan ego kita agar tunduk pada kebesaran Allah semata.
Al-Qur’an adalah minhaj Rabbani yang diberikan kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam untuk seluruh umat manusia, dan mengikuti agama (din) Allah, yang akan menyelamatkan kehidupan mereka di dunia di akhirat. Minhaj Rabbani ini bersifat mutlak (final), dan akan berlaku sepanjang zaman (sepanjang kehidupan manusia). Meskipun, banyak diantara umat manusia yang menolak dan menentangnya. (QS. Al-A’raf : 2, 3).
Tetapi seperti digambarkan dalam Al-Qur’an yang menceritakan tidak semua umat menerima Al-Qur’an yang merupakan petunjuk (hudan), dan jalan lurus (shirat) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Manusia ada yang hati tertutup (kufur), tidak menerima risalah Allah Azza wa Jalla, dan menolaknya dengan terang-terangan. Mereka yang menolak risalah Allah itu, mereka yang yang mengikuti hawa nafsunya sebagai jalan hidupnya.Ketika menolak din (agama) Allah, mereka binasa. Di negeri-negeri yang umatnya terang-terangan menolak din Allah dihancurkan. Bahkan bukan hanya dihancurkan mereka itu, tetapi mendapatkan siska yang amat dahsyat dari Allah Rabbul Alamin, akibat perbuatan mereka yang zalim. (QS. Al-A’raf : 4, 5)
Tentu, yang pertama dilaknat oleh Allah Ta’ala, tak lain, adalah Iblis, yang membangkang, karena sifatnya yang sombong. Kesombongan Iblis itu, tak lain karena merasa dirirnya lebih mulia dibanding dengan Adam As, karena Iblis diciptakan dari api, sedangkan Adam As dari tanah. Jadi kekafiran lahir, dapat pula dari adanya asal usul.Inilah yang banyak terjadi sekarang ini, di mana manusia juga mengikuti jejak Iblis, yang mengagungkan asal-usul (keturunan), bukan yang menjadi ukuran keimanan dan ketakwaannya.Maka, Iblis diusir dari surga oleh Allah, karena sikapnya yang sombong dan ingkar itu. (QS. Al-A’raf : 12,13)[Mashadi,Eramuslim, Belajarlah Dari Kehancuran Kaum Terdahulu,Senin, 16/08/2010 14:02 WIB ]
Allah Al Mutakabbirin, Yang menunjukkan Kebesaran-Nya, tak satupun makhluk-Mu yang menyamai sifat mulia-Mu ini, hanya Engkaulah yang Maha Besar, Yang Mampu Menunjukkan Kebesaran-Mu, Engkaulah Yang Memiliki Sifat Sombong, ini merupakan pakaian-Mu, sedangkan manusia adalah hamba-Mu, mendapat kelebihan karena karunia dari-Mu, tidak pantas manusia menyombongkan sesuatu yang bukan milik mutlak dirinya.
Ya Ilahi, berilah hamba-Mu ini kesadaran untuk mengakui Kebesaran, Ke-agungan dan Keperkasaan-Mu, sehingga manjadi orang tawadhu’, rendah hati dan santun kepada siapapun, tidak ada yang perlu dibanggakan apalagi menyombongkan diri yang lemah dan tidak memiliki apa-apa tanpa karunia dari-Mu karena Engkaulah yang Al Mutakabbirin, Engkaulah yang Maha Besar, Wallahu a’lam [Cubadak Solok, 26 Jumadil Awal 1432.H/ 30 April 2011.M, Jam 07;48].

Referensi;
1.Kuliah Tafsir, Faktar IAIN Raden Intan Lampung, 1989
2.Al Qur'an dan Terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
3.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs.Mukhlis Denros, 2009
4.1100 Hadits Terpilih, Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press
5.Mashadi,Eramuslim, Belajarlah Dari Kehancuran Kaum Terdahulu,Senin,2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar