Jumat, 19 Juni 2015

18. Al Mumit, Yang Mematikan





AL MUMIT
[Yang Mematikan]
Oleh Drs. St.  MUKHLIS DENROS

            Menciptakan dan menghidupkan ciptaan-Nya mudah bagi Allah, apalagi membuat ciptaan-Nya wafat, mati ataupun hancur sebagaimana sediakala dan hanya kepada-Nyalah segala sesuatu dikembalikan, karena memang Dia Yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan;
”Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”[Yunus 10;56]
            Al Mumit merupakan salah satu dari nama-nama Allah yang terkandung dalam asmaul husna. Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah ada ketetapan di dalam syari’at tentang pembatasan jumlah al-asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) ? Apakah mungkin menyebutkannya ? Dan apa pula nama Allah yang teragung ?
Jawaban.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Hanya milik Allah asma al-husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husan itu” [Al-A’raf : 180] “Artinya : Dia mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang baik)” [Thaha : 8]
Nama-nama Allah yang husna (baik) tidak diketahui berapa jumlahnya, kecuali hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak terdapat pembatasan atas hal itu.Tetapi mungkin saja menentukan jumlah yang tedapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.Sebagian ulama telah menghimpun sebagian besarnya di dalam kitab.
Adapaun nama Allah yang paling mulia adalah yang terdapat pada dua ayat berikut ini. “Artinya : Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (mahlukNya)..” [Al-Baqarah ; 255]“Artinya : Alif Laam Miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus mahlukNya” [Ali Imran : 1-2]
Demikian pula terdapat pada ayat ketiga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Thaha ayat 11. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya.
Di dunia ini, menurut al-Ghazali, tak ada yang pasti, kecuali kematian.Hanya kematian yang pasti, lainnya tak ada yang pasti.Namun, manusia tak pernah siap menghadapi maut dan cenderung lari darinya.
"Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu." (QS Al-Jumu'ah 62: 8).
Bagi al-Ghazali, kematian tidak bermakna tiadanya hidup (nafi al-hayah), tetapi perubahan keadaan (taghayyur hal).Dengan kematian, hidup bukan tidak ada, melainkan bertransformasi dalam bentuknya yang lebih sempurna.Diakui, banyak orang semasa hidup mereka tertidur (tak memiliki kesadaran), tetapi justru setelah kematian, meraka bangun (hidup)."Al-Nas niyam, fa idza matu intabihu," demikian kata Imam Ali.
 Dalam Alquran, ada beberapa istilah yang dipergunakan Allah SWT untuk mengartikan kematian.
Pertama, kata al-maut  (kematian) itu sendiri. Kata ini dalam bentuk kata benda diulang sebanyak 35 kali.Al-maut menunjuk pada terlepasnya (berpisah) ruh dari jasad manusia.Kepergian ruh membuat badan tak berdaya dan kemudian hancur-lebur menjadi tanah.
Allah SWT berfirman;
 "Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu, dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain." (QS Thaha 20: 55).
Kedua, kata al-wafah (wafat). Kata ini dalam bentuk fi`il diulang sebanyak 19 kali. Al-Wafah memiliki beberapa makna, antara lain sempurna atau membayar secara tunai. Jadi, orang mati dinamakan wafat karena ia sesungguhnya sudah sempurna dalam menjalani hidup di dunia ini. Oleh sebab itu, kita tak perlu berkata, sekiranya tak ada bencana alam si fulan tidak akan mati.

            Ketiga, kata al-ajal.Kata ini dalam Alquran diulang sebanyak 21 kali.Kata ajal sering disamakan secara salah kaprah dengan umur.Sesungguhnya, ajal berbeda dengan umur. Umur adalah usia yang kita lalui, sedangkan ajal adalah batas akhir dari usia (perjalanan hidup manusia) di dunia. Usia bertambah setiap hari; ajal tidak. (QS Al-A'raf [7]: 34).

“tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya
Keempat, kata al-ruju' (raji').Kata ini dalam bentuk subjek diulang sebanyak empat kali, dan mengandung makna kembali atau pulang.Kematian berarti perjalanan pulang atau kembali kepada asal, yaitu Allah SWT. Karena itu, kalau ada berita kematian, kita baiknya membaca istirja', Inna Lillah wa Inna Ilaihi Raji'un  (QS Al-Baqarah 2: 156).

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".[Dr A Ilyas Ismail, Ingatlah Saat Kematian Mu!REPUBLIKA.CO.IDKamis, 11 November 2010, 10:53 WIB]

            Sangat mudah bagi Allah untuk mematikan hamba-Nya, banyak cara yang terjadi untuk mengakhiri kehidupan makhluk di dunia ini seperti diturunkan-Nya musibah dan bencana, banjir yang menewaskan korban sekian banyak, gempa dengan tsunami yang memporakporandakan sebuah negarapun bisa terjadi, longsor yang meluluh lantakkan sebuah perkampungan, gunung meletus dengan debu yang mematikan dan lahar yang menghancurkan sarana kehidupan, angin kencang yang menjungkirbalikkan pertanian dan perikanan, kapal yang terbakar, pesawat yang jatuh, serta sekian  banyaknya alat dan cara yang mengakhiri kehidupan makhluk di dunia ini, tak satupun makhluk yang bisa lari dari kematian, semuanya akan berakhir sesuai dengan ajal dan ketentuannya.
            Bagaimana Allah mengakhiri kehidupan kaum Nabi Nuh, Nabi Shaleh dan nabi Luth, sangat mudah sekali dan waktu yang tidak begitu lama menelan korban tidak sedikit, melalui azab dan musibah sangat efektif sekali bagi Allah mematikan hamba-Nya sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an;
Allah  melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman, proses kematian ummat ketika itu melalui air bah yang datang dari berbagai arah dan merendam orang-orang kafir hingga binasa;
“dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ."[Huud 11;44]
                Allah  telah mengakhiri kehidupan ummat di zaman Nabi Shaleh, mereka adalah ummat yang mengingkari kerasulan Shaleh, padahal bukti-bukti kenabian itu sudah jelas ditunjukkan kepada mereka, kematian yang ditimpakan kepada mereka adalah azab suara keras yang mengguntur, demikian cepatnya mereka dihancurkan oleh guntur itu, sehingga mereka hancur lebur, tanpa bekas, seakan-akan mereka tidak pernah ada.
“ dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya,seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, Sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud” [Huud 11;67-68]
Ketika terjadi hujan yang lebat dengan terus menerus, bendungan tidak mampu lagi menampung air yang semakin membanjir maka akhirnya bendungan Maghrib  jebol dan hancur dengan menelan korban yang tidak sedikit dan negeri Saba’ hancur berantakan sebagai balasan atas kekufuran mereka, dalam surat As Saba’ Allah menerangkan;
”Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar yang menghancurkan segalanya dan Kami ganti kebun-kebun mereka itu dengan kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berbuah pahit dan semacam pohon cemara dan sedikit pohon bidara”[As Saba’ 34;16].
Begitu pula Allah mengakhiri hidup manusia melalui berbagai penyakit yang berjangkit di dunia ini, selain memang penyakit itu merupakan wabah untuk mengakhiri hidupnya seseorang tapi mungkin saja itu merupakan azab yang akan mengakhirinya, bagaimana mudahnya Allah menciptakan dan memusnahkan makhluk-Nya karena memang semuanya berada di atas kekuasaan-Nya, tak satupun makhluk dapat lari dari ketentuan-Nya.
            Ya Mumit, Allah yang mematikan, kematian bagaimanapun yang mengakhiri kehidupan kami, maka matikanlah kami ya Allah dalam keimanan kepada-Mu, berilah kami kesempatan untuk bertaubat, mensucikan diri dari segala salah dan dosa yang kami lakukan selama ini, kalaulah bukan karena rahmat-Mu kepada kami maka sia-sialah hidup kami bila tanpa iman dan amal shaleh yang kami bawa ke alam akherat.
            Ya Allah, yang mematikan makhluk-Nya, terlalu banyak dari makhluk-Mu yang mengaku beriman, beragama islam tapi mereka masih asyik dengan kemusyrikan, kemaksiatan dan dosa yang dilakukan, sadarkanlah kami ya Allah atas kesalahan dan dosa kami, jadikanlah kami adalah hamba-Mu yang mudah kembali kepada kebenaran, tuntunlah kami dengan hidayah-Mu sehingga dikala kami mengakhiri hidup ini, kami pergi dengan senyum terkembang sedangkan orang yang kami tinggalkan dalam keadaan sedih dan menangis, jangan sebaliknya ya Allah, betapa banyak dari hamba-Mu dikala mengakhiri hidupnya, dia menangis karena tidak ada iman dan amal shaleh yang dapat dipersembahkan kepada-Mu, sementara orang gembira dengan kematiannya karena selama ini hidupnya membuat resah, membuat takut dan membuat rusak di dunia ini.
            Ya Ilahi, ya Mumit, Engkau yang menghidupkan dan mematikan, tuntunlah kami dengan taufiq, rahmat dan hidayah-Mu untuk meniti kehidupan ini bersama iman dan amal shaleh, dan matikanlah kami dalam husnul khatimah, wallahu a’lam [Cubadak Solok, 22 Rabiul Akhir 1432.H/ 27 Maret 2011, Jam ; 10;55].

Referensi;
1.Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
3.Dr A Ilyas IsmailIngatlah Saat Kematian Mu!REPUBLIKA.CO.ID 2010
4.Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H]

2 komentar: