AL MUMIT
[Yang Mematikan]
Oleh Drs. St.
MUKHLIS DENROS
Menciptakan
dan menghidupkan ciptaan-Nya mudah bagi Allah, apalagi membuat ciptaan-Nya
wafat, mati ataupun hancur sebagaimana sediakala dan hanya kepada-Nyalah segala
sesuatu dikembalikan, karena memang Dia Yang Maha Menghidupkan dan yang Maha
Mematikan;
”Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”[Yunus 10;56]
Al
Mumit merupakan salah satu dari nama-nama Allah yang terkandung dalam asmaul
husna. Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah ada ketetapan di
dalam syari’at tentang pembatasan jumlah al-asma al-husna (nama-nama Allah yang
baik) ? Apakah mungkin menyebutkannya ? Dan apa pula nama Allah yang teragung ?
Jawaban.Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman. “Artinya : Hanya milik Allah asma al-husna, maka bermohonlah
kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husan itu” [Al-A’raf : 180] “Artinya : Dia
mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang baik)” [Thaha : 8]
Nama-nama Allah yang husna
(baik) tidak diketahui berapa jumlahnya, kecuali hanya Allah sajalah yang
mengetahuinya.Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak terdapat pembatasan atas
hal itu.Tetapi mungkin saja menentukan jumlah yang tedapat dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah.Sebagian ulama telah menghimpun sebagian besarnya di dalam kitab.
Adapaun nama Allah yang paling
mulia adalah yang terdapat pada dua ayat berikut ini. “Artinya : Allah, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (mahlukNya)..” [Al-Baqarah ; 255]“Artinya : Alif Laam Miim.
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal
lagi terus menerus mengurus mahlukNya” [Ali Imran : 1-2]
Demikian pula terdapat pada
ayat ketiga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Thaha ayat 11. Sebagaimana
yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya.
Di dunia ini, menurut
al-Ghazali, tak ada yang pasti, kecuali kematian.Hanya kematian yang pasti,
lainnya tak ada yang pasti.Namun, manusia tak pernah siap menghadapi maut dan
cenderung lari darinya.
"Sesungguhnya,
kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui
kamu." (QS Al-Jumu'ah 62: 8).
Bagi al-Ghazali, kematian
tidak bermakna tiadanya hidup (nafi al-hayah), tetapi perubahan keadaan
(taghayyur hal).Dengan kematian, hidup bukan tidak ada, melainkan
bertransformasi dalam bentuknya yang lebih sempurna.Diakui, banyak orang semasa
hidup mereka tertidur (tak memiliki kesadaran), tetapi justru setelah kematian,
meraka bangun (hidup)."Al-Nas niyam, fa idza matu intabihu," demikian
kata Imam Ali.
Dalam Alquran, ada beberapa istilah yang
dipergunakan Allah SWT untuk mengartikan kematian.
Pertama, kata al-maut
(kematian) itu sendiri. Kata ini dalam bentuk kata benda diulang sebanyak 35
kali.Al-maut menunjuk pada terlepasnya (berpisah) ruh dari jasad
manusia.Kepergian ruh membuat badan tak berdaya dan kemudian hancur-lebur menjadi
tanah.
"Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan
kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu, dan dari sanalah Kami akan
mengeluarkan kamu pada waktu yang lain." (QS Thaha 20: 55).
Kedua, kata al-wafah (wafat).
Kata ini dalam bentuk fi`il diulang sebanyak 19 kali. Al-Wafah memiliki
beberapa makna, antara lain sempurna atau membayar secara tunai. Jadi, orang
mati dinamakan wafat karena ia sesungguhnya sudah sempurna dalam menjalani
hidup di dunia ini. Oleh sebab itu, kita tak perlu berkata, sekiranya tak ada
bencana alam si fulan tidak akan mati.
Ketiga, kata al-ajal.Kata ini dalam Alquran diulang sebanyak 21 kali.Kata ajal sering disamakan secara salah kaprah dengan umur.Sesungguhnya, ajal berbeda dengan umur. Umur adalah usia yang kita lalui, sedangkan ajal adalah batas akhir dari usia (perjalanan hidup manusia) di dunia. Usia bertambah setiap hari; ajal tidak. (QS Al-A'raf [7]: 34).
“tiap-tiap umat
mempunyai batas waktu; Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”
Keempat, kata al-ruju'
(raji').Kata ini dalam bentuk subjek diulang sebanyak empat kali, dan
mengandung makna kembali atau pulang.Kematian berarti perjalanan pulang atau
kembali kepada asal, yaitu Allah SWT. Karena itu, kalau ada berita kematian,
kita baiknya membaca istirja', Inna Lillah wa Inna Ilaihi Raji'un (QS
Al-Baqarah 2: 156).
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".[Dr A Ilyas Ismail, Ingatlah Saat Kematian Mu!REPUBLIKA.CO.IDKamis, 11 November 2010, 10:53 WIB]
Sangat
mudah bagi Allah untuk mematikan hamba-Nya, banyak cara yang terjadi untuk
mengakhiri kehidupan makhluk di dunia ini seperti diturunkan-Nya musibah dan
bencana, banjir yang menewaskan korban sekian banyak, gempa dengan tsunami yang
memporakporandakan sebuah negarapun bisa terjadi, longsor yang meluluh
lantakkan sebuah perkampungan, gunung meletus dengan debu yang mematikan dan
lahar yang menghancurkan sarana kehidupan, angin kencang yang
menjungkirbalikkan pertanian dan perikanan, kapal yang terbakar, pesawat yang
jatuh, serta sekian banyaknya alat dan
cara yang mengakhiri kehidupan makhluk di dunia ini, tak satupun makhluk yang
bisa lari dari kematian, semuanya akan berakhir sesuai dengan ajal dan
ketentuannya.
Bagaimana
Allah mengakhiri kehidupan kaum Nabi Nuh, Nabi Shaleh dan nabi Luth, sangat
mudah sekali dan waktu yang tidak begitu lama menelan korban tidak sedikit,
melalui azab dan musibah sangat efektif sekali bagi Allah mematikan hamba-Nya
sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an;
Allah melaksanakan janjinya dengan membinasakan
orang-orang yang kafir kepada Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang
beriman, proses kematian ummat ketika itu melalui air bah yang datang dari
berbagai arah dan merendam orang-orang kafir hingga binasa;
“dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit
(hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan
bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah
orang-orang yang zalim ."[Huud 11;44]
Allah telah mengakhiri kehidupan ummat di zaman
Nabi Shaleh, mereka adalah ummat yang mengingkari kerasulan Shaleh, padahal
bukti-bukti kenabian itu sudah jelas ditunjukkan kepada mereka, kematian yang
ditimpakan kepada mereka adalah azab suara keras yang mengguntur, demikian
cepatnya mereka dihancurkan oleh guntur itu, sehingga mereka hancur lebur,
tanpa bekas, seakan-akan mereka tidak pernah ada.
“ dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim
itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya,seolah-olah mereka belum
pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, Sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari
Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud” [Huud 11;67-68]
Ketika
terjadi hujan yang lebat dengan terus menerus, bendungan tidak mampu lagi
menampung air yang semakin membanjir maka akhirnya bendungan Maghrib jebol dan hancur dengan menelan korban yang
tidak sedikit dan negeri Saba’ hancur berantakan sebagai balasan atas kekufuran
mereka, dalam surat As Saba’ Allah menerangkan;
”Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar yang menghancurkan segalanya dan Kami ganti kebun-kebun mereka itu dengan
kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berbuah pahit dan semacam pohon cemara
dan sedikit pohon bidara”[As
Saba’ 34;16].
Begitu pula Allah mengakhiri
hidup manusia melalui berbagai penyakit yang berjangkit di dunia ini, selain
memang penyakit itu merupakan wabah untuk mengakhiri hidupnya seseorang tapi
mungkin saja itu merupakan azab yang akan mengakhirinya, bagaimana mudahnya
Allah menciptakan dan memusnahkan makhluk-Nya karena memang semuanya berada di
atas kekuasaan-Nya, tak satupun makhluk dapat lari dari ketentuan-Nya.
Ya
Mumit, Allah yang mematikan, kematian bagaimanapun yang mengakhiri kehidupan
kami, maka matikanlah kami ya Allah dalam keimanan kepada-Mu, berilah kami
kesempatan untuk bertaubat, mensucikan diri dari segala salah dan dosa yang
kami lakukan selama ini, kalaulah bukan karena rahmat-Mu kepada kami maka
sia-sialah hidup kami bila tanpa iman dan amal shaleh yang kami bawa ke alam
akherat.
Ya
Allah, yang mematikan makhluk-Nya, terlalu banyak dari makhluk-Mu yang mengaku
beriman, beragama islam tapi mereka masih asyik dengan kemusyrikan, kemaksiatan
dan dosa yang dilakukan, sadarkanlah kami ya Allah atas kesalahan dan dosa
kami, jadikanlah kami adalah hamba-Mu yang mudah kembali kepada kebenaran,
tuntunlah kami dengan hidayah-Mu sehingga dikala kami mengakhiri hidup ini,
kami pergi dengan senyum terkembang sedangkan orang yang kami tinggalkan dalam
keadaan sedih dan menangis, jangan sebaliknya ya Allah, betapa banyak dari
hamba-Mu dikala mengakhiri hidupnya, dia menangis karena tidak ada iman dan
amal shaleh yang dapat dipersembahkan kepada-Mu, sementara orang gembira dengan
kematiannya karena selama ini hidupnya membuat resah, membuat takut dan membuat
rusak di dunia ini.
Ya
Ilahi, ya Mumit, Engkau yang menghidupkan dan mematikan, tuntunlah kami dengan
taufiq, rahmat dan hidayah-Mu untuk meniti kehidupan ini bersama iman dan amal
shaleh, dan matikanlah kami dalam husnul khatimah, wallahu a’lam [Cubadak
Solok, 22 Rabiul Akhir 1432.H/ 27 Maret 2011, Jam ; 10;55].
Referensi;
1.Al Qur'an dan
terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
4.Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20
Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H]
terima kasih pa,sangat bagus sekali artikelnya...
BalasHapusTerimakasih...
BalasHapus