AS SAMI’
[ Maha Mendengar]
Oleh Drs.St.MUKHLIS DENROS
Allah itu Maha Mendengar, Dia mendengarkan
semua suara yang terhalus sekalipun, bahkan desingan angin yang sangat pelan,
atau suara jatuhnya lembaran daun di hutan Dia mendengarnya. Desahan nafas dan
detak jantung manusia yang manusia sendiri tidak mengenal suara itu, Allah
mendengarnya, karena memang Dia As Sami’, Maha Mendengar.
Pengakuan manusia
dimanapun juga akan diketahui dan didengar oleh Allah, apakah pengakuan hati
itu akan beriman kepada Allah atau akan kafir kepada-Nya semuanya menjadi jelas
bagi Allah, sehingga dalam hati manusia hanya ada salah satu dari dua
alternatif, iman atau kafir.Iman yang disembunyikanataukafir yang
ditutupdihadapanmanusiamungkinsajabisaditipusiapapun, tapitidaklahbagi Allah,
DiaMahaMendengardanMahaMengetahui;
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”[Al Baqarah 2;256]
DalampeperanganKhaibarkaummusliminberdo’adengansuarakeras,
laluRasulbersabda,”Kendalikandirimu,
sebabkamuberserutidakkepada orang tuliatau yang ghaib”.berkaitandenganhalitu,
makaturunlahfirmanAllah dalam surat
Al Baqarah 2;186
”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw, menceritakan,
terdapat tiga orang pemuda yang sedang melakukan perjalanan. Ketika hari sudah
malam, mereka masuk ke dalam gua dengan maksud untuk menginap di dalam gua satu
malam saja. Setelah mereka berada di dalam, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh
dari puncak bukit itu dan persis menutupi pintu gua. Mereka mencoba
mengeluarkan segala tenaga untuk menggeser batu besar itu. Tapi sedikitpun
tidak bergerak, sebab memang beratnya bukan imbangan tenaga manusia. Dengan
demikian mereka terkurung di dalam gua dan mungkin akan menemui ajalnya.
Pada saat-saat yang kritis
itu mereka menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada yang dapat memberikan jalan
keluar bagi mereka dari kesulitan itu selain pertolongan Allah semata. Mereka
memutuskan untuk berdo’a kepada Allah dengan menyebutkan amalan ikhlas yang
pernah dilakukan, secara bergantian ketiganya berdo’a dengan khusyu’
”Ya Allah aku punya seorang ibu dan bapak yang sudah tua dan aku
mempunyai seorang isteri dengan dua orang anak. Tiap pagi saya meninggalkan
rumah, menggembalakan kambing, kalau sore aku pulang dengan membawa susu
kambing murni yang segar untuk minuman ibu bapakku, isteri dan anak-anakku.
Suatu hari ya Allah, ketika aku pulang agak terlambat, kudapati ayah dan ibuku
sudah tidur, aku tidak tega mengganggu tidur mereka, sedang isteri dan
anak-anakku merengek minta minuman susu itu, tapi tidak aku berikan sebelum
ayah dan ibuku minum terlebih dahulu. Ya Allah seandainya yang aku lakukan itu
adalah sebuah kebaikan, maka tolonglah keluarkan kami dari gua ini dengan
selamat”.
Setelah pemuda yang
pertama ini berdo’a, maka batu yang menutupi gua itu bergerak sehingga tampak
secercah cahaya keberhasilan, tapi belum bisa keluar. Pemuda keduapun berdo’a;
”Ya Allah, aku adalah seorang majikan dari sekian buruh yang bekerja di
perkebunanku. Pada suatu hari salah seorang
dari mereka pergi tanpa meninggalkan pesan sehingga upahnya belum
diambilnya. Gaji buruhku itu aku belikan sepasang kambing yang aku urus dengan
baik, sampai berbulan dan bertahun, maka jadilah kambing itu jumlahnya ratusan
ekor. Tanpa diduga buruh itu datang lagi untuk meminta upahnya yang belum
dibayar dahulu, maka ya Allah aku serahkan seluruh kambing itu kepadanya dengan
ikhlas, andaikata ini suatu amal ibadah, mohon lepaskan kami dari bahaya ini”.
Tidak begitu lama batu
itupun bergerak semakin lebar, tapi belum bisa dilalui, maka tampillah pemuda
ketiga dengan do’anya;
”Ya Allah, aku adalah seorang pemuda yang punya kekasih, kebetulan dia
anak pamanku yang cantik. Pada suatu hari aku berdua saja dengannya
berjalan-jalan sehingga kami berada pada tempat yang jauh, tidak ada orang
lain, kami hanya berdua saja, sehingga
timbul syahwaku untuk menggaulinya dan diapun pasrah. Saat aku berada di atasnya untuk melakukan perbuatan nista
itu aku sadar dan lari meninggalkannya, sungguh ya Rabbi semua itu karena
hidayah-Mu dan aku tidak jadi melakukan perbuatan terkutuk itu, ya Allah bila
ini suatu kebaikan maka selamatkanlah kami dari derita ini ”.
Tidak berapa lama sesudah
pemuda itu berdo’a secara otomatis batu itu bergulir kencang meninggalkan mulut
gua, maka selamatlah mereka dari bencana yang nyaris membunuh ketiganya. Allah
bukan hanya mendengarkan doa yang mereka sanjungkan tapi sekaligus mengabulkan
do’a para pemuda itu, Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan do’a hamba-Nya.
Di dunia ini sebenarnya tidaksatupun yang
bisa dirahasiakan oleh manusia, merahasiakan sebuah kejadian kepada manusia
bisa saja terjadi tapi sebenarnya kejadian itu tidaklah rahasia bagi Allah,
walaupun disebutkan bahwa hal itu merupakan rahasia, pembicaraan yang rahasia sekalipun tidaklah menjadi rahasia
oleh Allah, karena bagaimanapun kecilnya bisikan dari pembicaraan yang rahasia
itu maka Allah pasti mendengarnya, hal ini dialami oleh Rasulullah SAW dalam
kehidupan rumah tangganya;
”Dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya
(Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu
(kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan
Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan
Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka
tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu
(Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini
kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah
yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."[At Tahrim 66;3]
As Sami’, Allah yang Maha
Mendengar, dari sekalian makhluk yang diciptakan-Nya, khususnya manusia, dalam
hal mendengar manusia terdiri dari beberapa tipe, ada yang tidak mau mendengar
walaupun berbagai pengajaran disampaikan kepadanya sehingga tidak ada
manfaatnya pengajaran itu baginya, mereka adalah
orang-orang kafir, yang pendengaran, penglihatan dan hati mereka sudah ditutup
dari hidayah;
”Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu
beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat.”[Al Baqarah 2;6-7]
Orang-orang
yang beriman, adalah hamba Allah yang memfungsikan pendengarannya untuk
mendengarkan pengajaran dan nasehat agama, apa yang dia dengar dari ajaran
tersebut akan diaplikasikan dengan ketaatan dan pengabdian tanpa ragu-ragu,
orang yang beginilah akan mendapat keberuntungan di dunia hingga di akherat;
”Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah
orang-orang yang beruntung.”[An Nuur 24;51]
Sedangkan orang yang mengikuti nabi Musa dimasa
itu, ketika ada sesuatu ajakan yang harus dilaksanakan, mereka akan menjawab
”Sami’na wa ashaina” kami mendengar dan kami lalai”.Orang-orang zaman sekarang,
dikala diamanatkan kepada mereka sebuah seruan untuk dilaksanakan, mungkin
mereka akan menjawab,”Sami’na wa fikir-fikirna”, Kami dengar dan kami
fikir-fikir dahulu untuk melaksanakannya.
Allah
yang Maha Mendengar, mengajarkan kepada hamba-Nya untuk mendengarkan hal-hal
yang dibenarkan oleh syariat, segala yang bertentangan dengan itu harus
ditinggalkan, sampai kepada mendengarkan musikpun haruslah selektif, tidak
sebatas berhibur saja tapi dalam hiburan itu ada hikmah dan pahala yang dapat
diambil. DR. Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya ”Halal Haram dalam Islam’’
menyatakan beberapa hal tentang hukum
menyanyi dan mendengarkannya.
Jadibarangsiapamendengarkannyanyiandenganniatuntukmembantubermaksiatkepada
Allah, makajelasdiaadalahfasik --termasuksemuahalselainnyanyian.Dan
barangsiapaberniatuntukmenghiburhatisupayadengandemikiandiamampuberbaktikepada
Allah dantangkasdalamberbuatkebajikan, makadiaadalah orang yang
taatdanberbuatbaikdanperbuatannya pun termasukperbuatan yang benar. Dan
barangsiapatidakberniatuntuktaatkepada Allah dantidakjugauntukbermaksiat,
makaperbuatannyaitudianggap main-main saja yang dibolehkan,
sepertihalnyaseorangpergikekebununtukberlibur, danseperti orang yang
duduk-duduk di depan sofa sekedarmelihat-lihat, danseperti orang yang
mengkelirbajunyadenganwarnaungu, hijaudansebagainya.
Namun di situ adabeberapaikatan yang
haruskitaperhatikansehubungandenganmasalahnyanyianini, yaitu:
1. Nyanyianituharusdiperuntukkanbuatsesuatu yang
tidakbertentangandenganetikadanajaran Islam.
Olehkarenaitukalaunyanyian-nyanyiantersebutpenuhdenganpujian-pujianterhadap
arak danmenganjurkan orang supayaminum arak, misalnya,
makamenyanyikanlagutersebuthukumnya haram, dansipendengarnya pun haram
juga.Begitulahnyanyian-nyanyian lain yang dapatdipersamakandenganitu.
2.
Mungkinsubyeknyanyianitusendiritidakmenghilangkanpengarahan Islam,
tetapicaramenyanyikan yang dilakukanolehsipenyanyiituberalihdarilingkungan
halal kepadaI;ngkungan haram, misalnyalengganggayadengansuatukesengajaan yang
dapatmembangkitkannafsudanmenimbulkanfitnahdanperbuatancabul.
3. Sebagaimana agama
akanselalumemberantassikapberlebih-lebihandankesombongandalamsegalahalsampai
pun dalamberibadah,
makabegitujugahalnyaberlebih-lebihandalamhiburandanmenghabiskanwaktuuntukberhibur,
padahalwaktuitusendiriadalahberartihidup!
Tidakdapatdiragukanlagi,
bahwaberlebih-lebihandalammasalah yang
mubahdapatmenghabiskanwaktuuntukmelaksanakankewajiban-kewajiban.Makatepatlah
kata ahlihikmah: "Tidakpernahsayamelihatsuatuperbuatan
yang berlebih-lebihan, melainkan di balikituadasuatukewajiban yang
terbuang."
4. Tinggaladabeberapahal yang
seharusnyasetiappendengarnyaitusendiri yang memberitahukepadadirinyasendiri,
yaituapabilanyanyianatausatumacamnyanyianitudapatmembangkitkannafsudanmenimbulkanfitnahsertanafsukebinatangannyaitudapatmengalahkansegirohaniahnya,
makadiaharusmenjauhinyanyiantersebutdandiaharusmenutuppintu yang
darisitulahanginfitnahakanmenghembus, demi melindungihatinya,
agamanyadanbudiluhurnya. Sehinggadengandemikiandiadapattenangdangembira.
5. Di antara yang sudahdisepakati, bahwanyanyian
yang disertaidenganperbuatan-perbuatan haram lainnyaseperti: di persidangan
arak, dicampurdenganperbuatancabuldanmaksiat, maka di sinilah yang
olehRasulullahs.a.w. pelakunya, danpendengarnyadiancamdengansiksaan yang sangat.
Allah yang Maha Mendengar,
membolehkan hamba-Nya untuk mendengarkan perkataan yang baik, jauh dari unsur
maksiat, karena pendengaran itu merupakan amanah, setiap apa yang kita dengar
dan yang kita lihat pasti akan diminta kelak pertanggungjawabannya di akherat.
Ya Allah, Yang Maha Mendengar,
nyaringkanlah pendengaran kami untuk mendengarkan seruan-Mu melalui para nabi
dan rasul serta ulama dan mubaligh yang menyampaikannya, dengan taufiq dan
hidayah-Mu jauhkan kami dari segala hal-hal yang tidak layak untuk kami
dengarkan, sudah terlalu banyak dosa dan maksiat kami ya Allah yang berkaitan
dengan pendengaran ini, ampunilah kami ya Allah.Wallahu a’lam [CubadakSolok,
08 JumadilAwal 1432.H/ 12 April 2011.M, Jam 20;45].
Sumber;
1.DR.
Yusuf Al Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam
2.Al
Qur'an dan terjemahannya, Depag RI 1994/1995
3.Kumpulan
Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar